Minggu, 14 Agustus 2016

MENCARI JEJAK HINDU DI PEDALAMAN SERAM





Pada pertengahan Juni 2014 penulis dan beberapa kawan berkesempatan untuk berkunjung di Pulau Seram tepatnya di perkampungan suku Naulu yang merupakan salah satu suku yang mendiami pulau tersebut. Pulau Seram adalah pulau yang terbesar di Provinsi Maluku dengan luas wilayah yang sebagian besar hutan dan pegunungan, pulau ini juga didiami oleh beberapa suku lokal yang diantaranya suku Naulu, Waulu dan Suku Batik. Kami sengaja datang ke komunitas suku Naulu karena menurut informasi dari beberapa sumber dan cerita lisan dari mulut ke mulut bahwasanya Suku Naulu masih beragama Hindu dan memegang teguh ritual adat yang kental. Setelah mengumpulkan beberapa referensi baik dari media Internet maupun kawan-kawan yang berdomisili di beberapa kota di wilayah Seram kami memutuskan  untuk beranjangsana kepada saudara-saudara etnis Naulu di daerah Negeri Nua Nea yang jaraknya kurang lebih sekitar sembilan kilometer dari pusat kota Masohi ibukota Kabupaten Maluku Tengah dan kemudian masuk ke arah hutan sekitar lima kilometer. Awalnya kami berpikir akan sulit untuk berkomunikasi dengan saudara dari Naulu karena melihat rumah-rumah adat mereka yang masih alami dari kayu, bambu dan atap daun rumbia, tentunya dalam benak kami mereka tidak fasih berbahasa Indonesia, namun semua itu terbantahkan setelah bertemu dengan tokoh adat yang juga adik ipar Bapa Raja (Kepala Suku) yaitu bapak Saka Sonawe yang bersedia berbagi informasi sedikit tentang kehidupan etnis Naulu.
Menurut penuturan narasumber bahwa suku Naulu mempunyai ciri khas dengan ikat kain merah di kepala bagi laki-laki yang sudah menginjak dewasa, ikat kain tersebut wajib dipakai setiap hari dan selama mata masih terbuka kecuali saat tidur, kain merah adalah simbol kedewasaan dan tanggung jawab sebagai lelaki. Lelaki Naulu tak boleh menikah sebelum melakukan upacara pake kain merah karena itu adalah syarat utamanya, jika ada yang melanggar maka adat akan memberikan sanksi yaitu membayar piring tua kepada si pelanggar dan yang paling maksimal dikeluarkan dari silsilah Naulu. Piring Tua adalah sebutan untuk hukuman yang susah untuk di terima, menurut narasumber orang yang kena sanksi membayar piring tua mustahil bisa memenuhi hukuman tersebut karena jaman sekarang sulit mencari peninggalan piring tua di suku Naulu. Sebagian besar suku Naulu juga masih mengaku beragama Hindu, mereka menolak jika ada beberapa misionaris dari agama tertentu yang mengajak untuk bergabung dan yang paling ekstrim adalah jika ada anggota keluarga yang keluar dari Hindu maka tak segan-segan untuk dikeluarkan dari adat Naulu yaitu namanya tidak tercatat dalam silsilah Naulu, namun meskipun dikeluarkan dari adat dan silsilah warga Naulu tetap menjaga rasa persaudaraan tidak putus karena bagaimanapun juga itu bagian dari gandong (saudara kandung) mereka. Etnis Naulu yang beragama Hindu di Negeri Nua Nea kurang lebih 150 kepala keluarga itupun yang tercatat dan yang mempunyai KTP (kartu Tanda Penduduk) belum lagi yang masih berada dalam hutan-hutan belum terdeteksi petugas catatan sipil karena faktor transportasi dan geografis ataupun sabotase data. Dalam kehidupan kesehariannya  peribadatan Naulu tidak mengenal hari raya maupun hari suci meskipun mereka punya sebutan Tuhan menurut bahasa daerahnya yaitu Natanaka , karena tidak ada hitungan khusus baik kalender maupun kitab adat, ibadah dilakukan secara sederhana, sendiri-sendiri dari setiap rumah dan tidak tentu waktunya misalnya saat akan mengadakan upacara adat, berangkat berburu dan  berkumpul keluarga. mata pencaharian etnis Naulu di Negeri Nua Nea adalah berkebun cokelat dan tanaman berumur pendek (jagung dsb) dan untuk menunggu musim panen laki-laki dewasa mengisi waktu luang dengan berburu babi maupun binatang lainnya di hutan selama berhari-hari dengan senjata tombak, parang dan panah, penduduk Naulu lebih suka berburu di hutan daripada memelihara binatang ternak di pemukiman karena lebih efektif dan tentunya menantang.

Minggu, 10 Juli 2016

SEKILAS TENTANG HINDU....AGAMA SESAT DAN TIDAK JELAS (?!)

SEKILAS TENTANG HINDU....AGAMA SESAT DAN TIDAK JELAS (?!)


Banyak orang alergi, marah guling-guling atau bahkan langsung terkapar pingsan dikala mendengar atau membaca kata sesat, terlebih kalau bersinggungan dengan agama. Kenapa ? Semua agama pada dasarnya adalah sesat kalau dilihat dari sudut arah yang berbeda.

“Hindu agama sesat”, entah sudah berapa ratusan kali kata tersebut nongol di daftar kata kunci (kata yang paling banyak dipakai untuk masuk) ke blog abal-abal. Saya sih senyum-senyum saja membacanya. Sayang, artikel yang dicarinya tidak ada disini. Namun selang beberapa hari, kata kunci tersebut muncul kembali. Nah, daripada pembaca kecewa atau membaca dari sumber yang tidak jelas, dari penulis yang tidak paham tentang Hindu, mengapa tidak saya sendiri yang menuliskannya?

Tentu saja, tulisan ini akan membuat sekelompok orang pingsan atau marah guling-guling. Ya biarin saja. Emang kenapa kalau disebut sesat? Artikel ini target pembacanya adalah untuk mereka yang mau berpikir, bukan untuk orang fanatik. Artikel ini ditujukan untuk mereka yang memiliki pandangan luas, tidak terpaku pada judul atau dogma agama. Baik, agar tidak panjang, kita langsung ke pembahasannya.

Apa itu Hindu? Tidak jelas

Apa itu Hindu? Sepertinya banyak orang yang tidak tahu bahkan mungkin juga oleh orang Hindu sendiri. Apakah ritual di Bali adalah Hindu? Apakah pura adalah tempat ibadah orang Hindu? Apakah Om Swastiastu dan Om Santi 3x adalah salam Hindu? Atau pertanyaan yang lebih gampang, apakah Nyepi adalah hari raya agama Hindu? Secara umum jawabannya adalah tidak. Semua itu lebih tepat disebut Hindu ala Bali alias hanya ada di Bali saja. Jadi apakah Hindu yang benar atau asli adalah Hindu di India? Ndak juga ……

Hindu sebetulnya adalah agama yang tidak pernah ada. Kata Hindu awalnya dipakai bukan dalam kontek agama tapi sebutan untuk penduduk yang menempati wilayah sekitar sungai Indus. Pada masa penjajahan Islam di India. kata Hindu dipakai untuk membedakan dengan penduduk Muslim. Pemeluk Buddha, Shikh dan Jains juga awalnya digolongkan sebagai Hindu. Kemudian baru pada masa penjajahan Inggris, kata Hindu dipakai secara resmi dalam konteks religius yaitu untuk menyebut ribuan agama yang ada di India. Adapun agama-agama tersebut adalah agama Shiwa (Shivaisme) agama Wisnu (Vaishnawa) agama Brahma (Brahmaisme), Shaktiisem dll.

Di Indonesia, kata Hindu juga belum dikenal pada masa kerajaan Majapahit yang ada adalah kata Siwa-Buddha. Jadi agama yang berkembang pada masa itu adalah agama Siwa dan sebagian besar candi-candi Hindu pada masa itu adalah merupakan candi Siwa.

Jadi apa itu agama Hindu? Ya tidak ada. Jadi tudingan “Hindu sesat”, seharusnya ditanggapi dengan santai karena istilah agama Hindu dari awal sudah sesat alias tidak ada. Bagi sebagain orang Hindu yang lebih terpelajar, sepertinya lebih suka menggunakan kata Sanatha Dharma. Bingung? Ya, semoga semakin bingung….

Apa nama Tuhan dalam agama Hindu? Tidak jelas !

Hindu tidak mengenal sebutan baku untuk nama Tuhan. Sebagian orang menyebut nama Paremeswara, Paramatman, Siwa, Vishnu, Brahma, Brahman, Krishna, Narayana dan jutaan nama lainnya. Di Bali yang merupakan barometer atau acuan Hindu di Indonesia menggunakan kata Sang Hyang Widhi untuk nama Tuhan. Nama lainnya yang juga umum dipakai adalah Sang Hyang Tunggal, Kata ini diambil dari bahasa lokal jadi tidak akan ditemukan pada Hindu di negeri lain. Jadi apa nama Tuhan dalam agama Hindu ya tidak jelas

Monotheisme, Polytheimse atau Atheisme? Tidak jelas !

Hinduisme selama ini dikenal sebagai agama polytheisme, menyembah banyak Tuhan.Tapi ada juga yang menyebut agama monotheisme. Apapun jawabannya adalah benar ataupun keduanya salah. Nah, pasti bingung bukan?

Seperti sudah ditulis di atas bahwa Hinduimse adalah kumpulan beragam agama dan kepercayaan yang ada di lembah sungai Indus, jadi wajar kalau konsep Tuhan pada Hinduisme sangat banyak, beragamnya, unik atau aneh. Ada sekte yang mamuat ajaran dengan konsep ketuhanan yang monotheisme absulut alias hanya memperpacayai satu Tuhan ala Yahudi. Ada sekte yang mengajarkan tuhan dengan konsep Avatar, yaitu tuhan yang turun kedunia mengambil wujud manusia, jadi mirip ajaran Kristen. Ada sekte yang mengajarkan banyak Tuhan atau dewa.

Hindu memiliki konsep Tuhan yang beragam, monotheism, polytheism, panentheism,pantheism, pandeism, monism, dan bahkan juga atheism.-pun ada. [sumber] Jadi konsep Tuhan ala Hindu adalah komplek tergantung tiap orang, tradisi atau filosfi yang diikuti. Jadi Hindu adalah agama yang paling ramai dan memiliki konsep ketuhanan yang “paling lengkap”. Jadi tinggal pilih, konsep mana yang para umatnya anggap bagus dan disukai. Bahkan tidak berlebihan kalau dikatan, tiap orang bahkan bebas menciptakan Tuhannya sendiri.

Sekilas mungkin membingungkan bagi orang yang terbiasa dengan konsep serba tunggal. Namun menurut saya, yang paling menarik adalah masing-masing sekte bisa hidup dengan (relatif) rukun tanpa saling “mengkafirkan”. Mengapa? Jawabannya sepertinya terletak pada salah satu ayat sebagai pemersatu :

Hanya ada satu Tuhan tetapi para orang bijaksana menyebut-Nya dengan banyak nama. (Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti) Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46)

Memuja batu mungkin ajaran yang aneh dan dilarang bagi agama tertentu. Tapi di agama Hindu, tidak ada ajaran yang tegas untuk melarang ataupun sebaliknya, dengan tegas menganjurkan atau mengharuskan. Semuanya sah-sah saja. Memuja batu ataupun mencium batu hanyalah sarana ritual saja. Zaman sekarang, mana ada orang sinting yang menganggap batu sebagai Tuhan?

Bagaimana cara sembahyang agama Hindu? Tidak jelas

Hinduisme sama sekali tidak memiliki aturan baku dalam cara sembahyang. Mengapa? Jawabannya ada di ayat berikut yang dijadikan pedoman bagi penganut Hindu. Ayat-ayal lain yang sejenis sangat banyak.

Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Semuanya Aku terima. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan. (Bhagawadgita, 4:11)

Menurut ajaran Hindu, sembahyang tidaklah mutlak harus dilakukan, apalagi dengan tata cara segala. Untuk mendekatkan diri atau mencari Tuhan bisa dilakukan dengan banyak jalan atau dikenal dengan ajaran Catur Marga yaitu dengan jalan sembahyang / bhakti (Bhakti Marga), dengan jalan bekerja (Karma Marga), dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan (Jnana Marga) dan dengan jalan meditasi (Yoga Marga). Jadi bagaimana tata cara sembahyang pada agama Hindu? Ya tidak jelas.

Apa kitab suci agama Hindu? Tidak jelas

Kebanyakan orang tentu akan menyebut Weda atau Veda. Tidak salah tentu saja. Tapi kenyataan yang ada di masyarakat pemeluk Hindu, kitab ini malah “tidak populer”. Kebanyak orang malah lebih akrab dengan Bhagavad Gita, Bhagavatam atau kitab Sarasamuscaya yang berbahasa Jawa. Sah sah saja karena semua kitab ini dianggap sebagai intisari dari kitab Weda.

Setahu saya, kebanyakan orang Hindu tidak memiliki kitab apapun di rumahnya. Boro-boro baca Weda, melihat ujud kitabnya saja mungkin tidak pernah. Mereka mungkin lebih akrab dan menimati cerita wayang seperti Mahabrata dan Ramayana. Nah, ini juga merupakan “bagian lain” dari Weda.

Makan daging sapi atau tidak? Tidak jelas

Secara umum penganut Hindu memuliakan sapi. Bahasa lain yang lebih kasar adalah menyembahnya. Sapi telah memberikan susu pada anak-anak jadi statusnya setara dengan seorang ibu.. Sapi juga adalah partner bagi petani, jadi membunuh dan memakan hewan yang telah memberikan jasa adalah perbuatan tidak baik. Jadi apakah apakah orang Hindu tidak makan daging sapi? Hmmmm…….

Di Bali sendiri daging sapi dijual bebas bahkan dalam upacara tertentu, sapi dikorbankan sebagai persembahan.

Himsa atau Ahimsa, Vegetarian atau Carnivora? Tidak jelas

Hindu mengajarakan tentang AHIMSA artinya tidak menyakiti mahluk lain. Bagi sekte tertentu ahimsa dijadikan salah satu dasar untuk pola hidup vegetarian. Mereka berpantang makan daging atau bahkan telor sekalipun. Jadi orang Hindu tidak boleh makan daging? Tidak juga. Tidak ada aturan atau larangan yang tegas melarang apalagi menganjurkan.

Hindu di Bali memiliki upacara pengorbanan binatang. Jadi binatang dipotong sebagai persembahan, tidak terkecuali juga sapi. Ritual ini tentu saja aneh dan juga membingungkan karena kalau dilihat dari sejarahnya, umat Hindu di Bali adalah aliran Siwa Sidanta atau penganut Siwa dengan sapi sebagai kendaraanya. Aneh bukan?

Hindu di Nepal juga memiliki upacara pengorbanan binatang bahkan jauh lebih “sadis”. Puluhan ribu sapi dibunuh sebagai persembahan. Walaupun dagingnya kemudian disantap atau dibagikan tapi tetap saja aneh, karena untuk sekte Hindu lainnya, terlebih untuk sekte Vaishnava, membunuh hewan adalah dilarang.

Apa nama nabi pada agama Hindu? Tidak jelas

Hindu tidak mengenal nabi yang bersifat absulut, tunggal dan mendominasi ayat kitab suci. Katanya, wahyu diturunkan secara bergelombang pada banyak orang dan diturunkan dalam kurun waktu yang berbeda.

Sistem Kasta? Tidak jelas

Menurut teori ala kitab Veda, kasta hanyalah penamaan saja, bukan gelar, tidak menunjukkan derajat dan juga tidak diwariskan. Namun kenyataan di lapangan sangat berbeda. Kasta adalah gelar dan diwariskan turun temurun. Pendeta adalah jabatan ekslusif untuk Kasta Brahmana dan keturunannya. Seseorang yang baru memeluk agama Hindu hanya berhak mendapat jatah Sudra dan berlaku sampai kiamat. Aturan ini nyaris sudah baku, berlaku umum dan tidak bisa diganggu gugat. Perkecualian hanya berlaku untuk beberapa sekte Hindu tertentu saja. Mereka tidak menerapkan kasta pada komunitasnya dan jabatan pendeta ditentukan oleh kualitas bukan keturunan. ….. dst….dst ….

Contoh “tidak jelas” lainnya masih banyak namun untuk menghindari agar tulisan tidak semakin panjang atau pembaca fanatik semakin terbakar maka tulisan dilanjutkan ke bagian berikutnya dibawah

BAGIAN SESAT

Marah tanpa ilmu adalah sesat

Banyak orang yang cendrung alergi mendengar kata sesat, agamanya disebut sesat. Kalau menurut saya pribadi, ya biasa-biasa saja karean pada dasarnya semua agama adalah sesat.

Hindu sesat bagi orang Kristen yang fanatik. Jadi apakah ini artinya agama Kristen adalah agama waras? Tentu saja tidak karena sesungguhnya agama Kristen adalah sesat dimata orang Yahudi fanatik. Jadi Yahudi adalah agama yang waras? Tentu tidak karena bagi penganut agama yang lain, baik Yahudi, Kristen, Hindu atau agama apapun, diluar agamanya sendiri adalah sesat. Sedangkan yang terakhir, bagi seorang atheis sejati, semua agama adalah sama saja, sama sesatnya. Jadi siapa yang sesat?

Beragama tidak akan pernah lepas dari tuduh-menuduh sesat. Walaupun semua orang memeluk satu agama yang sama sekalipun tuduhan sesat akan tetap muncul karena masih ada sekte atau aliran lain yang bisa dijadikan obyek tuduhan.

Agama atau tokoh agama yang tidak mampu mengajak umatnya untuk melakukan perbaikan prilaku, tidak mampu mampu menyelaraskan agama dengan perkembangan zaman namun hanya berkutat pada dogma dan ritual maka dipastikan akan tersesat.

Agama besar yang tidak mampu melindungi agama kecil adalah sesat

Banyak agama lokal yang sulit berkembang karena tidak mendapat pengakuan hukum dari pemerintah. Nah, dengan pendekatan yang baik dan manajemen yang lebih cerdas maka hendaknya kesulitan warga tersebut bisa difasilitasi dengan memberikan tempat bernaung yang lebih bebas dan mudah yaitu agama Hindu. Ini adalah salah satu dharma atau perbuatan baik. Selama mereka berjuang mengusung humanisme, welas asih dan memiliki kepercayaan terhada Tuhan YME maka sudah selayaknya disebut sebagai saudara sedharma. Jadi Hindu bukan melulu harus ritual dan hafal kitab tapi yang terpenting adalah prilaku, budi pekerti dan sifat welas asih kepada aam semesta beserta segala isinya

PENUTUP

Saya sengaja menggunakan judul yang bombastis karena tulisan ini selain dibaca oleh orang Hindu juga dibaca oleh rekan beragama lain, jadi saya harus menuliskannya dengan pendekatan yang berbeda. Coba kalau saya menulis dengan judul “Hindu agama waras, damai dan nomor 1” dijamin rekan yang beragama non Hindu akan muntah membacanya. Sedangkan orang yang malah bangga bangga, terlena dan kegirangan dengan puja-puji hanyalan sekumpulan anak kecil saja.. Itu namanya sudah tersesat.

Semoga segala pikiran baik datang kepada kita dari segala arah dan terpancar dari dalam diri kita ke segala penjuru arah..

Semoga damai di tiga dunia dan semesta.

@Copyright2016

Semoga semua mahkluk hidup berbahagia
OM SANTIH SANTIH SANTIH...OM

Jumat, 08 Juli 2016

TUMPEK LANDEP

TUMPEK LANDEP



Dalam Tumpek Landep, Landep yang diartikan tajam mempunyai filosofi yang berarti bahwa  Tumpek Landep merupakan tonggak penajaman, citta, budhi dan manah (pikiran). Dengan demikian umat selalu berperilaku berdasarkan kejernihan pikiran dengan landasan nilai – nilai agama. Dengan pikiran yang suci, umat mampu memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk.

Tumpek landep merupakan tonggak untuk mulat sarira / introspeksi diri untuk memperbaiki karakter agar sesuai dengan ajaran – ajaran agama. Pada rerainan tumpek landep hendaknya umat melakukan persembahyangan di sanggah/ merajan serta di pura, memohon wara nugraha kepada Ida Bhatara Sang Hyang Siwa Pasupati agar diberi ketajaman pikiran sehingga dapat menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Pada rerainan tumpek landep juga dilakukan pembersihan dan penyucian pusaka warisan leluhur.

Jadi bisa disimpulkan menurut pendapat kami bahwa Pada Rahina Tumpek Landep hal yang paling utama yang tidak boleh dilupakan ialah hendaknya kita selalu ingat untuk mengasah pikiran (manah), budhi dan citta. Dengan manah, budhi dan citta yang tajam diharapkan kita dapat memerangi kebodohan, kegelapan dan kesengsaraan serta mampu menekan perilaku buthakala yang ada di dalam diri.

@Copyright2016

Senin, 04 Juli 2016

TOLERANSI HINDU SANGAT TINGGI

TOLERANSI HINDU SANGAT TINGGI



Keyakinan yang berbeda-beda muncul dari multi pemahaman dan kesadaran umat. Hindu yang berpedoman kepada Veda memahami kekuatan keberagaman ini, dengan sepenuh hati menghargai, menghormati dan menyemangati siapa saja yang percaya kepada Tuhan dan berupaya untuk menyadari-Nya. Hindu menghormati fakta bahwa Kebenaran itu satu, jalan untuk mencapainya (marga yoga) sangat banyak. Ketika pada intinya tujuan dari semua keyakinan adalah untuk menuntun manusia kembali manunggal dengan Tuhan, seorang umat dengan keyakinan dan pengamalan sadhana tertentu tidak bisa memaksakannya dan mencampuri umat lain yang memiliki keyakinan dan pengamalan sadhana yang berbeda darinya. Veda meyakinkan bahwa ada banyak jalan menuju Tuhan, tidak ada jalan yang eksklusif, tidak ada satu jalan untuk semua.

Tuhan adalah maha esa; Tuhan yang sama ada pada semua orang dari semua keyakinan yang berbeda. Semua orang memperoleh kegembiraan hati, kedamaian dan pembebasan dari Tuhan yang sama. Kita menyadari bahwa semua agama tidak sama. Masing-masing memiliki keyakinan, pengamalan, tujuan dan jalan pencapaian yang unik, serta pemahaman yang satu dengan yang lainnya sering bertentangan. Seharusnya hal ini tidak pernah dijadikan sebab untuk bersitegang atau intoleransi antar umat yang meyakininya. Kita harus menghormati semua tradisi sebagai implementasi dari keyakinan-keyakinan dan orang-orang di dalamnya. Kita harus berkonsentrasi pada satu jalan yang telah kita pilih, dan tetap menghormati orang lain dengan jalan yang mereka pilih. Tanpa toleransi yang tinggi seseorang tidak akan pernah mencapai Yang Tertinggi.  Sri Ramakrishna Paramahamsa mengatakan, “Jika ada kesalahan-kesalahan dalam agama atau keyakinan yang lain, itu bukan urusan kita. Tuhan, pemilik dunia ini, mengurus itu.” Toleransi bukan berarti menerima semua keyakinan sebagai sebuah kebenaran, tapi menghormati perbedaan yang ada. Hindu yang telah melewati berbagai zaman tetap mempertahankan keyakinannya.

Umat Hindu berusaha membangun dan menjaga kerukunan dan menciptakan rasa persaudaran yang kuat di antara umat Hindu dan umat non-Hindu sebagai satu kesatuan hati. Dari rasa persaudaraan akan tercipta kebersamaan, dan dari kebersamaan akan tercipta kemakmuran dan perdamaian. Mahatma Gandhi mengatakan, “Toleransi dan kebenaran tidak dapat dipisahkan dan saling mempersyaratkan satu sama lain.”

@Copyright2016

Minggu, 03 Juli 2016

NANA PATEKAR AKTOR INDIA YANG MENYUMBANGKAN 90% KEUNTUNGAN DARI PENDAPATANNYA UNTUK ORANG BELUM BERUNTUNG

NANA PATEKAR AKTOR INDIA YANG MENYUMBANGKAN 90% KEUNTUNGAN DARI PENDAPATANNYA UNTUK ORANG BELUM BERUNTUNG


Nana adalah salah satu aktor India yang sangat diperhitungkan dijagad perfilman Bollywood. Terlahir dari keluarga yang sederhana di Negara  Bagian Maharasthra 65 Tahun silam dengab nama Visvanath Patekar beliau mulai memilih perjalanan hidupnya dibidang seni.

Memulai bekerja di perfilman membuat bakat seninya terasah dan dari seni teesebut jiwa soaialnya tumbuh. Nana menganggap bahwa bekerja dibidang seni bukan hanya untuk mencari uang saja namun selebihnya adalah menyalurkan hobi dan berbuat baik kepada orang lain.

Sudah bukan rahasia bahwa 90% keuntungan dari pendapatannya dibidang film ataupun endorse produk yang dia bintangi disumbangkan kepada beberapa keluarga miskin yang berada di India padahal beliau sendiri masih tinggal di disalah satu apartment di Mumba bersama keluarga dan orang tuanya sangat mulia bukan?

@Copyright2016


Jumat, 01 Juli 2016

Sarasvati dalam Rig Veda

Sarasvati dalam Rig Veda



Sarasvati bukan hanya sebuah Sungai yang mengalir sekitar 8000 tahun yang lalu. Ia adalah Devi yang mendorong kekuatan Inspirasi dan berurusan dengan kesadaran manusia. Untuk memahami makna dari Sarasvati saya telah menyusun beberapa mantra dari Rig Veda yang berurusan khusus dengan Sarasvati dan simbolisme yang terkait denganNya. Semoga tulisan singkat ini dapat membantu supaya lebih terbayang apa yang dimaksudkan dengan Sarasvati dan betapa pentingNya bagi kehidupan kita.

Sarasvati...

"mendorong kebenaran yang membahagiakan"

"membangkitkan pemikiran yang tepat"

"membuat (kita) sadar oleh kebangkitan dan dorongan yang konstan"

"kata yang memegang kebahagiaan tertinggi dan mengetahui substansinya"

"menyempurnakan pemahaman kita"

"membuat kita mampu mengekspresikan diri"

"memiliki kebenaran"

"semoga dia, pasangan kekuatan pemberani, menerangi pikiran kita"

"dengan kekuatannya dia mematahkan puncak gunung (kebodohan) seperti serat yang lemah"

"Sarasvati menghancurkan (dengan kekuatan inspirasi) yang menyensor para Deva dan para pencipta bentuk ilusi"

"Semoga penjaga dari pikiran melindungi kita"

"pembunuh dari kekuatan Vrtra (kekuatan yang menutupi kesadaran)"

"ia telah memperluaskan diri kita seperti Surya dengan hari"

"menjadi sepenuhnya sadar dengan pikiran"

"jangan membakar kita dengan pengetahuan"

"dia sendiri menjadi sadar".

@Copyright2016

PENJAGA KUIL HINDU DI BANGLADESH DIPENGGAL OLEH EKSTRIMIS ISLAM

PENJAGA KUIL HINDU DI BANGLADESH DIPENGGAL OLEH EKSTRIMIS ISLAM



Seorang pekerja kuil Hindu dibunuh tiga pria yang mengendarai sepeda motor, yang merupakan insiden kekerasan terbaru dari serangkaian serangan atas kelompok minoritas di Bangladesh.

Polisi mengatakan Shaymanonda Das sedang mempersiapkan doa pagi di sebuah kuil di daerah Jhenaidah, Bangladesh barat daya ketika dia diserang.

Dia dipenggal di leher beberapa kali dengan menggunakan parang dan para penyerangnya melarikan diri.

Lebih dari 40 orang terbunuh dalam serangkaian serangan yang dipandang dilakukan kelompok militan beraliran Islamis di Bangladesh sejak bulan Februari 2013.

Korban di antaranya adalah blogger, akademisi, pegiat hak homoseksual, maupun anggota kelompok minoritas.

Bagaimanapun polisi mengatakan motif dari serangan terbaru ini masih belum jelas.

Komandan polisi setempat, Hasan Hafizur Rahman, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa 'pola pembunuhan mirip' dengan yang dilakukan kelompok militan Islamis dalam serangan-serangan sebelumnya.

Bulan lalu, seorang pendera Hindu berusia 70 tahun dipenggal di sawah pada desa yang sama.

Rabu, 29 Juni 2016

PURA WUAR MASBAAT PEMERSATU HINDU ADAT KEI DI PULAU TANIMBAR KEI

PURA WUAR MASBAAT PEMERSATU HINDU ADAT KEI DI PULAU TANIMBAR KEI



Pada masa sebelum berdirinya Pura Wuar Masbaat, masyarakat pada zaman dulu mayoritas beragama Hindu dan masih belum ada komunitas dari agama lain yang masuk di desa Tanimbar Kei. Dari data hasil wawancara yang diperoleh dari beberapa sumber penting dari tokoh adat mengungkapkan bahwa dari zaman dahulu agama Hindu sudah ada di desa Tanimbar Kei ini (data hasil wawancara tokoh adat, Bpk Cau). Dahulu Umat Hindu memiliki kepercayaan lokal kepada benda-benda sakral dan Mitu. Setelah masuknya agama Hindu di desa ini, tokoh adat kemudian menerima agama Hindu sebagai suatu keyakinan. Dalam proses perkembagan kegamaan dan kehidupan sehari-hari berjalan normal, tidak saling bersingungan antar sesama. Proses keagamaan berjalan normal sesuai dengan ritual dan tradisi setempat. Proses upacara  dipercayakan kepada salah satu pemimpin tokoh adat yang mengetuai kepala marga di masing-masing rumah adat, kepala marga inilah  yang membawakan sirih pinang sebagai wujud mewakili seluruh keluarga untuk menyampaikan rasa syukur dan terimah kasih telah melindungi dan menjaga keluarga dan desa Tanimbar Kei.
             Ritual-Ritual yang dijalankan dipimpin oleh tokoh-tokoh adat yang telah dipercayakan oleh masyarakat setempat. Ritual sesajen seperti sirih, kapur pinang, tembakau, kopi dan sopi, tidak lepas dari setiap kegiatan ritual karena merupakan suatu ciri khas desa ini dalam menjalankan proses ritual kapada Sang Hyang Widhi dan para leluhur.        
Kehidupan yang sederhana dan harmonis terus berjalan dengan baik dan normal. Dari  hasil wawancara penulis dengan tokoh adat ternyata sudah ada rencana para tokoh adat zaman dulu sekitar tahun 1952 yang berkeinginan untuk membangun tempat suci Pura. Karena pada saat itu tidak ada orang sebagai pendorong dan memotifasi untuk membantu niat baik tokoh adat maka ini belum bisa diwujudkan. Kemudian wacana itu berlalu begitu saja karena umat di desa ini belum mengerti tata cara untuk membangun tempat suci Pura ini. Tetapi pesan yang disampaikan para tokoh adat pada zaman dulu, masih tersimpan di ingatan masyarakat desa Tanimbar Kei. Sehingga semangat untuk membagun tempat suci pura masih tersimpan dihati  masyarakat yang mempunyai kerinduan untuk membangun tempat suci atau Pura.


        Berselang waktu yang cukup lama, masuklah komunitas dari agama lain. Seiring perkembangan zaman yang terus berkembang dan tidak dapat dihindari, sehingga membuat sedikit demi sedikit umat Hindu mulai terpengaruh dengan kehidupan sosial yang moderen. Semakin hari pengaruh dari lingkungan yang datang dari luar membawa dampak yang kurang baik  bagi umat Hindu di desa Tanimbar Kei, baik secara mental dan Sraddha(keyakinan), maka umat di desa ini mulailah berubah keyakinan dengan adanya kecendrungan merosot akibat pengaruh sosial dari luar yaitu seperti masuknya kaum misionaris.
        Melihat perkembangan yang begitu banyak pengaruh dari desa-desa tetangga disekitarnya yang membuat mental dan keyakinan umat semakin merosot, diakibatkan kerena pertanyaan-pertanyaan yang semakin kritis seputar Hindu yang salah satunya seputar pura atau tempat ibadah umat Hindu yaitu pertanyaan kritis seprti ; ‘kenapa umat Hindu yang mayoritas belum mempunyai tempat ibadah, sedangkan umat lain yang minoritas sudah mempunyai sarana tempat ibadah’, pemahaman-pemahaman negatif  ini tanpa disadari bertujuan untuk menyudutkan dan mencari peluang atau mencari celah untuk kemudian merangkul umat Hindu yang ada di desa Tanimbar Kei’. Hal ini membuat timbulnya dilema mental sraddha dan bhakti karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman umat tentang tempat suci atau pura.


Setelah perkembagan waktu sedikit demi sedikit umat Hindu yang ada di desa Tanimbar Kei mulai berkurang dan berpindah ke agama lain, hal ini diakibatkan karena mulai merosotnya mental dan sraddha, dengan melihat keadaan yang ada Tradisi semakin hari semakin berkurang kemampuannya untuk menopang keyakinan umat Hindu yang ada di desa ini, maka melalui PHDI Kab Maluku Tenggara yang di ketuai oleh Bpk. M Yamko selaku ketua memikirkan satu solusi dan diwujudnyatakan dengan di adakannya rapat di kalangan tokoh-tokoh adat dan masyarakat Hindu di desa ini. Dengan adanya rapat sebanyak enam kali dengan tokoh-tokoh adat maka tertuang suatu kesepakatan dan keinginan untuk membuat tempat suci atau Pura dan ini sudah disetujui olehMitu (leluluhur), para tokoh adat dan umat Hindu di desa Tanimbar Kei kemudian disepakati bersama dengan memberikan nama Pura Wuar Masbaat. Kemudian pada tgl 27 agustus 2007 dibangunlah Pura yang diberi nama Pura Wuar Masbaat dengan bantuan dana pertama dari pemerintah dalam hal ini melalui Depag RI, kemudian bantuan dari umat sedharma dan dari pemerintah Daerah setempat. Sampai sekarang ini proses pembangunan pura Wuar Masbaat masih dalam proses pembangunan. Proses pembangunan sudah mencapai 90% selesai.
Stelah berdrinya Pura Wuar Masbaat aktifitas keagamaan sudah mulai dilaksanakan didalam lokasi pura. Senyum bahagia tergambar diwajah umat Hindu di desa ini karena sudah berdirinya Pura Wuar Masbaat yang walaupun masih dalam proses pembangunan. Antusias umat baik anak-anak maupun orang dewasa mulai lebih bersemangat melakukan kegiatan keagamaan hal ini terlihat dengan adanya sembahyang bersama yang diaksanakan pada hari-hari biasa maupun hari raya besar.



Rasa percaya diri dan kekutan spritual mulai bangkit di dalam diri umat Hindu di desa ini. Kalimat-kalimat yang menyindir dan menyudutkan umat Hindu di desa ini tidak terdengar dan tidak terlihat lagi. Proses ritual tradisi berjalan dengan sangat hikmat karena di topang dengan kehadiran pura Wuar Masbaat sebagai semangat spritual keagamaan.

@Copyright2016


BAKTI SOSIAL YAYASAN BANGKITNYA HINDU

BAKTI SOSIAL YAYASAN BANGKITNYA HINDU



Mendung tebal menyelimuti langit hampir di seluruh Bali, hujan pun tak bisa dibendung lagi, dalam hitungan detik hujan pecah dan membasahi ibu pertiwi.
Namun hujan tidak bisa menghentikan langkah tim Bangkitnya Hindu untuk tetap menjalankan tugas sebagai aktivis kemanusiaan.
Walapun seluruh team basah kuyup, Bangkitnya Hindu tetap melanjutkan terus perjalanan menyusuri daerah-daerah terpencil, Minggu (26/6/2016) lalu.

“Masih membekas di ingatan kami bagaimana pengalaman itu paling berharga, kekuatan mereka, ketegaran mereka, rasa syukur mereka seakan sudah mengajarkan kami apa itu kehidupan. Sedih, bahagia jadi satu karena keadaan mereka yang begitu menyedihkan tapi senyum sapa mereka melambangkan kekuatan yang luar biasa,” ungkap Pendiri Yayasan Bangkitnya Hindu, Ajik Robert.

Seperti biasa,  yayasan ini kembali melaksanakan program Tri Hita Karana yang ke-15, yang rutin dilaksakan sebanyak dua kali dalam sebulan.
Sebelum melaksanakan kegiatan itu, terlebih dahulu yayasan akan mensurvei ke lokasi untuk mencocokan dengan informasi yang kami dapat.
Selanjutnya, barulah bantuan sosial dilaksanakan.

Pada kesempatan itu, Minggu (26/6/2016) lalu mereka mendatangi Dewa Gede Warmika (16) dan adiknya Dewa Agus Priatmika (12) yang mengalami kelumpuhan semenjak umur 6 bulan.
Sang ayah hanya sebagai kuli bangunan, tinggal di Banjar Presatriya 2 Kusamba, Dawan, Klungkung.

Tim Bangkitnya Hindu juga mendatangi Ketut Warsini (23) dan Wayan Dirka (27) pasangan yang tidak memiliki tempat tinggal layak huni di Banjar Kayuaya, Desa Sukadana, Kubu, Karangasem.

Nengah Minggu (47) juga mendapatkan bantuan sosial.
Ia mengalami kelumpuhan karena terjatuh dari pohon ental 11 tahun yang lalu dan kini hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Kadek Ayu Yuliantini dan I Nengah Sukadana, pasangan suami istri ini, istrinya kini sedang hamil tua dan perlu biaya persalinan.
Alamatnya Banjar Bantas, Desa Baturinggit, Kubu, Karangasem.

Ni Ketut Ganda (71) seorang nenek tua sebatangkara tinggal seorang diri di sebuah gubuk tidak layak huni juga menerima bantuan sosial.
Demikian juga dengan Ni Ketut Pasti (31) yang mengalami kelumpuhan 7 bulan yang lalu sehabis operasi tumor, bertepatan meninggalnya sang suami.
Ia memiliki dua orang putra yang masih duduk dibangku SD.

“Kami memberikan oleh-oleh berupa sepeda mengingat jarak tempuh ke sekolah sangat jauh sekali,” ungkapnya.
Setelah memberikan bantuan sosial, kegiatan dilanjutkan dengan mereresik dan sembahyang bersama di Pura Manik Kembar Batu Belah, Banjar Dinas Tegallanglangan, Desa Datah, Abang, Karangasem.

“Kami Duta Dharma Yayasan Bangkitnya Hindu mengucapkan terima kasih atas suport, doa, punia lewat rekening dan punia lewat kotak punia yang sudah tersebar di berbagai wilayah di Bali. Kami ingin mengajak seluruh umat Hindu untuk selalu peduli dengan umat kita yang kurang mampu dengan bergabung menjadi team Duta Dharma. Kita akan menemukan salah satu resep mencapai kebahagiaan yaitu dengan cara berbagi. Silakan salurkan Punia Anda melalui : Atas Nama : Yayasan Bangkitnya Hindu Bank : Mandiri, Cab Tabanan. No Rek : 175-00-0013010-3,” paparnya.

Sumber Bangkitnya Hindu
@Copyright2016

Arca Deva Shri Murugan di Kuil Sri Raja Rajeswari Amman, Langkat, Sumatera Utara

Arca Deva Shri Murugan di Kuil Sri Raja Rajeswari Amman, Langkat, Sumatera Utara



Dengan tinggi sekitar 17 meter Arca Deva Shri Murugan tersebut merupakan yang tertinggi kedua di dunia setelah Arca serupa di Malaysia. Prosesi upacara Maha Kumbhabishegam (penyucian) berlangsung selama 3 hari. Peresemian yang berlangsung sangat meriah dihadiri oleh pejabat pemerintahan dan organisasi keagamaan diantaranya adalah Dirjen Bimas Hindu, Ketua Umum PHDI Pusat, Kasdam Bukit Barisan, Kakanwil Kemenag Prov Sumatera Utara, Bupati Langkat, Gubernur Jambi dan Ketua FKUB Sumatera Utara.

Dalam sambutan peresmiannya yang dilakukan 2012 Dirjen Bimas Hindu mengungkapkan apresiasinya dan juga bangga dengan antusiasme umat Hindu etnis Tamil yang ada di Sumatera Utara mampu mendirikan kuil dan patung semegah ini dengan biaya murni dari Swadaya umat.

Ketua PHDI Sumatera Utara, Naransami mengatakan bahwa selama upacara ini berlangsung dihadiri oleh ribuan umat Hindu dari Sumatera Utara dan sekitarnya bahkan dari Malaysia, Singapura dan India. Lebih lanjut dikatakannya meskipun disekitar lokasi kuil sama sekali tidak ada umat Hindunya, tetapi dukungan masyarakat sekitar kuil serta Pemkab Langkat sungguh luar biasa.

Sebelumnya pada tahun 2011 Dirjen Bimas Hindu juga meresmikan Shri Sitthi Vinayagar Kuil yang berada di Karangsari, Medan. Dalam kesempatan yang lain, Dirjen Bimas Hindu bersama Ketua Umum PHDI Pusat dan Ketua Umum WHDI Pusat juga menghadiri pelantikan pengurus WHDI Provinsi Sumatera Utara bertempat di Kuil Shri Mariyamman Kota Medan. Kunjungan kerja Dirjen Bimas Hindu ke Sumatera Utara diakhiri dengan membuka Orientasi Pemberdayaan Ekonomi Umat Hindu yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Hindu.

@Copyright2016

Tantangan Untuk Mempertahankan Adat Budaya Dan Agama Leluhur

KTP Warga Etnis Naulu

Tantangan Untuk Mempertahankan Adat Budaya Dan Agama Leluhur

Bertahun-tahun suku NAULU dan HUAHULU yang beragama Hindu dipersulit dalam mendapatkan hak-haknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena status mereka yang masih dianggap penganut aliran kepercayaan Dinamisme dan Animisme oleh orang-orang umum.

Diskriminasi ini karena mereka masih menggunakan ikat kepala merah yang merupakan ciri khas bagi yang masih beragama Hindu berbeda dengan mereka yang sudah dimasuki misionaris Kristen dan Islam yang sudah melepas ikat kepala merah karena dianggap tidak sesuai dengan adat. Umat Hindu selalu dipersulit jika akan mendaftar sebagai abdi negara baik PNS TNI maupun POLRI karena KTP mereka tanpa kolom agama atau kosong. Jika mengurus KTP mereka selalu diarahkan untuk memilih tiga agsma saja dari pemerintah daerah yaitu Islam Kristen dan Katolik selain itu dianggap sebagai aliran kepercayaan maka KTP dikosongkan. Orang Maluku secara umum baik Islam maupun Kristen tidak mengenal Agama Hindu Nusantara mereka hanya mengenal Hindu hanya India dan Bali selain itu aliran kepercayaan Animisme dan Dinamisme.

Baru-baru ini saja KTP dari dua etnis Naulu dan Huahulu diberi kolom Agama Hindu karena ada beberapa Raja (Sebutan Untuk Kepala Desa Tradisional) yang sudah berpendidikan mau memperjuangkan hak dalam mendapatkan pelayalan yang sesuai.

@Copyright2016


Pagerwesi, Pagar Diri Agar Terhindar Dari Degradasi Moral

Pagerwesi, Pagar Diri Agar Terhindar Dari Degradasi Moral



Kata "pagerwesi" artinya pagar dari besi. Ini me-lambangkan suatu perlindungan yang kuat. Segala sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak. Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut magehang awak. Nama Tuhan yang dipuja pada hari raya ini adalah Sanghyang Pramesti Guru.

Sanghyang Paramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala hal yang buruk. Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Pramesti Guru, beliau menjadi gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi ngawur.

Hari Raya Pagerwesi dilaksanakan pada hari Budha (Rabu) Kliwon Wuku Shinta. Hari raya ini dilaksanakan 210 hari sekali. Sama halnya dengan Galungan, Pagerwesi termasuk pula rerahinan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun umat walaka. Dalam lontar Sundarigama disebutkan:

"Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh."

Artinya:

Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.

Sebagaimana telah disebutkan dalam lontar Sundarigama, Pagerwesi yang jatuh pada Budha Kliwon Shinta merupakan hari Payogan Sang Hyang Pramesti Guru diiringi oleh Dewata Nawa Sangga. Hal ini mengundang makna bahwa Hyang Premesti Guru adalah Tuhan dalam manifestasinya sebagai guru sejati.

Mengadakan yoga berarti Tuhan menciptakan diri-Nya sebagai guru. Barang siapa menyucikan dirinya akan dapat mencapai kekuatan yoga dari Hyang Pramesti Guru. Kekuatan itulah yang akan dipakai memagari diri. Pagar yang paling kuat untuk melindungi diri kita adalah ilmu yang berasal dari guru sejati pula. Guru yang sejati adalah Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu inti dari perayaan Pagerwesi itu adalah memuja Tuhan sebagai guru yang sejati. Memuja berarti menyerahkan diri, menghormati, memohon, memuji dan memusatkan diri. Ini berarti kita harus menyerahkan kebodohan kita pada Tuhan agar beliau sebagai guru sejati dapat megisi kita dengan kesucian dan pengetahuan sejati.

Pada hari raya Pagerwesi adalah hari yang paling baik mendekatkan Atman kepada Brahman sebagai guru sejati . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan "pager besi" untuk melindungi hidup kita di dunia ini. Di samping itu Sang Hyang Pramesti Guru beryoga bersama Dewata Nawa Sanga adalah untuk "ngawerdhiaken sarwa tumitah muang sarwa tumuwuh."

Ngawerdhiaken artinya mengembangkan. Tumitah artinya yang ditakdirkan atau yang terlahirkan. Tumuwuh artinya tumbuh-tumbuhan.

Mengembangkan hidup dan tumbuh-tumbuhan perlulah kita berguru agar ada keseimbangan.

Dalam Bhagavadgita disebutkan ada tiga sumber kemakmuran yaitu:

Krsi yang artinya pertanian (sarwa tumuwuh).

Goraksya, artinya peternakan atau memelihara sapi sebagai induk semua hewan.

Wanijyam, artinya perdagangan. Berdagang adalah suatu pengabdian kepada produsen dan konsumen. Keuntungan yang benar, berdasarkan dharma apabila produsen dan konsumen diuntungkan. Kalau ada pihak yang dirugikan, itu berarti ada kecurangan. Keuntungan yang didapat dari kecurangan jelas tidak dikehendaki dharma.

Kehidupan tidak terpagari apabila tidak berkembangnya sarwa tumitah dan sarwa tumuwuh. Moral manusia akan ambruk apabila manusia dilanda kemiskinan baik miskin moral maupun miskin material. Hari raya Pagerwesi adalah hari untuk mengingatkan kita untuk berlindung dan berbakti kepada Tuhan sebagai guru sejati. Berlindung dan berbakti adalah salah satu ciri manusia bermoral tanpa kesombongan.

Mengembangkan pertanian dan peternakan bertujuan untuk memagari manusia dari kemiskinan material. Karena itu tepatlah bila hari raya Pagerwesi dipandang sebagai hari untuk memerangi diri dengan kekuatan meterial. Kalau kedua hal itu (pertanian dan peternakan) kuat, maka adharma tidak dapat masuk menguasai manusia. Yang menarik untuk dipahami adalah Pagerwesi adalah hari raya yang lebih diperuntukkan para pendeta (sang purohita). Hal ini dapat dipahami, karena untuk menjangkau vibrasi yoga Sanghyang Pramesti Guru tidaklah mudah. Hanya orang tertentu yang dapat menjangkau vibrasi Sanghyang Pramesti Guru. Karena itu ditekankan pada pendeta dan beliaulah yang akan melanjutkan pada masyarakat umum. Dalam agama Hindu, purohita adalah adi guru loka yaitu guru utama dari masyarakat. Sang Purohita-lah yang lebih mampu menggerakkan atma dengan tapa brata.

@Copyright2016

Selasa, 28 Juni 2016

PERSEMBAHYANGAN PAGERWESI DI PURA SURA YUDHA MANDALA DETASEMEN KAVALERI AMBON


PERSEMBAHYANGAN PAGERWESI DI PURA SURA YUDHA MANDALA DETASEMEN KAVALERI AMBON

Persembahyangan Hari Raya Pagerwesi di Kota Ambon dipusatkan di Pura Sura Yudha Mandala Kawasan Komplek Militer Detasemen Kavaleri BLC XVI / Pattimura dihadiri oleh Ketua dan Pengurus Lembaga Keagamaan Hindu baik Provinsi Maluku maupun Kota Ambon serta Pembimas Hindu Provinsi Maluku. Ritual dipuput oleh Pinandita Mayor Infantri Ida Wayan Keniten SS yang merupakan Kabinrohinbud Bintaldam Pattimura.

Berikut Galeri Foto Persembahyangan:




@Copyright2016

PEMBINAAN KERAGAMAN BUDAYA OLEH PEMBIMAS HINDU DI KAB. SERAM TIMUR

PEMBINAAN KERAGAMAN BUDAYA OLEH PEMBIMAS HINDU DI KAB. SERAM TIMUR


Penyelenggara Bimas Hindu Kemenag Kabupaten Seram Bagian Timur, melaksanakan kegiatan Pembinaan dan Pengembangan Budaya Keagamaan yang di ikuti oleh tiga puluhan peserta bertempat di gedung wantilan Pura Siwa Putra Stana Giri tanggal 29 Mei 2016. Acara diawali dengan laporan panitia penyelenggara kegiatan oleh Bapak Herwanto, S.Sos.H selanjutnya arahan dan pembukaan secara resmi oleh Pembimas Hindu dan terakhir Doa.
            Kegiatan Pembinaan Dan Pengembangan Budaya Keagamaan tahun 2016 ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan maningkatkan pemahaman ajaran agama serta budaya keagamaan, sehingga para generasi muda dan umat Hindu dapat berperan aktif secara kreatif efektif dan inovatif. Karena dengan adanya umat yang kreatif, efektif, dan inovatif maka hal ini merupakan bagian dari program pemerintah dalam mengantisipasi peliknya situasi  serta kondisi ekonomi saat ini.
Dengan demikian ada 2 program prioritas yang di ingin dicapai dalam Pembinaan Dan Pengembangan Budaya Keagamaan yakni :
1.    Pelayanan Penyelenggaraan Informasi Keagamaan pada setiap hari besar keagamaan Hindu.
2.    Pelayanan penyelenggaraan latihan Seka Gong secara berkala
            Kegiatan ini di buka oleh Pembimas Hindu Provinsi Maluku Bapak Sukardi Rianto, S.Ag sekaligus sebagai narasumber kegiatan. Dalam pemaparan materinya Pembimas Hindu menghimbau setelah selesai kegiatan bagi para peserta yang pertama bisameningkatkan kesadaran umat dan pentingnya melestarikan budaya keagamaan di Kabupaten Seram Bagian Timur. KeduaMeningkatnya kualitas penghidupan dalam jati diri sebagai bangsa Indonesia. Dan yang ketiga dapat meningkatkan pemahaman terhadap informasi keagamaan serta rajin Puja Bhakti.

Sebelum acara penutupan pada kesempatan ini pula Pembimas Hindu menyerahkan bantuan sarana keagamaan umat Hindu di Kabupaten Seram Bagian Timur berupa Sejata Dewata Nawa Sanga, Payung dan Umbul-umbul kepada kedua penyungsung Pura WanaGiri, dan Pura Siwa Putra Satana Giri.


@Copyright2016 

HINDU ADAT ETNIS KEI MALUKU TENGGARA

HINDU ADAT ETNIS KEI MALUKU TENGGARA



 Pada zaman dahulu dari informasi yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan tokoh adat didesa setempat bahwa sekitar tahun 1810 ada seorang tokoh spiritual yang berasal dari Bali Beliau bernama Ketutyang sering di sebut dengan namaTebtut, beliau mempunya istri yang berasal dari desa Tanimbar Kei yang bernama NenSikre, Beliau kemudian mengajarkan ajaran spiritual kegamaan yaitu ajaran agama Hindu dan taradisi adat. Tetapi jauh sebelum beliau datang sebutan agama Hindu sudah ada di desa ini. Dari hasil wawancara dengan para tokoh adat mengungkapkan bahwa sebutan agama Hindu bagi umat di desa tanimbar Kei sudah ada sebelum zaman penjajahan Belanda. dari hasil wawancara dengan tokoh adat didesa setempat bahwa agama Hindu sudah berkembang pada zaman kerajaan Majapahit. Dalam perkembanganya jauh sebelum masuknya agama Hindu, di desa Tanimbar Kei sudah memegang teguh adat, tradisi dan kepercayaan setempat yaitu kepecayaan terhadap benda-benda sacral, dan mitu (leluhur) yang suci. Setelah perkembangan waktu berjalan masuklah ajaran Hindu di desa ini karena ajaran Hindu bersifat Universal, terbuka dan dapat menyesuaikan diri  dengan teradisi desa setempat maka tokoh adat desa Tanimbar Kei menerima ajaran agama Hindu sebagai suatu keyakinan masyarakat setempat. Hal ini dibuktikan dengan simbol-simbol yang masih terdapat di rumah-rumah adat yang ada di dalam ajaran Hindu. Salah satunya yaitu keyakinan tentang mitu dan sirih pinang terkandung juga di dalam nilai-nilai ajaran Hindu yaitu konsep Panca Sraddah dan kerangka dasar ajaran Hindu.
Desa Tanimbar Kei terdiri dari dua pembagian lokasi dan satu dusun yang biasa di sebut :
1.      Ohoratan (kampung atas)
Kampung atas memiliki sejarah yang sangat panjang karena pada zaman dahulu paramitu (leluhur) bermukim atau bertempat tinggal di kampung atas. Kampung atas berada tepat di atas tebing yang tingginya sekitar 25 m. kampung atas sangat di sucikan dan di sakralkan oleh umat Hindu di desa Tanimbar Kei. Karena memiliki peninggalan seperti tempat-tempat suci rumah adat yang masih ada sampai sekarang. Ini merupakan warisan turun-temurun yang sangat di sucikan. Benda-benda peningalan seperti rumah adat, Arca (Wadah), meriam yang merupakan peningalan zaman Belanda, gelang yang terbuat dari timah, tembaga,mas dan uang gobang (Pis Bolong)  semua ini sangat berperan dalam melaksanakan proses ritual adat.
Kampung atas biasa di sebut dengan ohoratan. Pada zaman dahulu masyarakat masih bermukim di kampung atas karena mayoritas masyarakat dan tokoh adat beragama Hindu. Setelah perjalan waktu dan masuknya ajaran komunitas lain banyak yang beralih ke komunitas agama lain sehingga banyak yang tinggal di kampung bawah. Banyak hal yang membuat komunitas dari umat lain beralih tempat tinggal yaitu :
a.        Karena Ohoratan(kampung atas) terdapat banyak tempat sakral yang  sangat di sucikan. Mengingat kesucianya itu maka dilarang (pamali)orang melakukan kebisingan atau keributan sehingga sebagian masyarakat desa Tanimbar Kei yang beragama Non Hindu beralih ke kampung bawah dan dusun Mun.
b.      Penerus kepala marga yang tinggal di rumah adat harus baragama Hindu. Ini merupakan aturan tradisimitu (leluhur) yang tidak boleh dilanggar. Karena akan berdampak buruk bagi kesejahteraan keluarga tersebut dan masyarakat desa Tanimbar Kei.

Dari penjelasan kedua poin di atas. Menjadi pertimbangan bagi komunitas agama lain untuk tinggal di kampung atas karena rasa menghormati dan menghrgai tradisi dan adat istiadat para mitu(leluhur), sehingga merekapun beralih tingal di kampung bawa dan dusun Mun, karena dikhawatirkan apabila di bangun gereja, bunyi lonceng gereja dapat membuat kebisingan di kampung atas pada saat proses pelaksanaan ritual adat dan tradisi Hindu, serta posisi kepala marga yang tinggal di rumah adat atau yang menjaga rumah adat harus memegang teguh ajaran mituyaitu masih berada pada jalur keyakinan agama Hindu.Sehingga komunitas agama lain baik Islam maupun Kristen beralih tempat tinggal kampung bawa dan dusun Mun.  

2.      Tahat (kampung bawah)
Kampung bawah (Tahat)sudah ada sejak zaman dahulu dan masyarakat yang bermukim di tahat dahulunya mayoritas beragama Hindu. Seiring dengan perkembangan zaman, maka masyarakat yang bermukim ditahat sudah bermacam komunitas yang terdiri dari Islam, Katholikdan Protestan perkembangan dari komunitas Ktolik dan Protestan tidak di bawa masuk ke desa tanimbar Kei melainkan terjadi karena pernikahan campur antara masyarakat Hindu desa Tanimbar Kei dengan komunitan Non Hindu di daerah lain sehingga banyak dari keturunan komunitas lain yang kembali tingal di desa Tanimbar Kei.  Pada tahun 1969  dari hasil rapat para tokoh adat  menyampaikan agar komunitas Non Hindu tersebut bermukim di dusun Mun. Ini semua bertujuan untuk menghormati para leluhur dan menghormati proses kesakralan ritual tradisi yang sering dilakukan di kampung atas yang steril dari suara-suara bisingan. Ini semata-mata untuk menjaga bunyi kumandang sembahyang yang dilakukan dari tempat ibadah komunitas non Hindu agar tidak menggangu proses ritual dan tradisi yang sering dilakukan di kampung atas.     

3.      Dusun Mun
Dusun Mun merupakan sebuah lokasi pemukiman masyarakat yang berada di desa Tanimbar Kei. Letaknya tidak jauh dari kampung atas dan kampung bawah. Mayoritas masyarakat yang tingal di dusun Mun beragama Islam. Masyarakat yang tinggal di dusun Mun masih memiliki hubungan persaudaraan yang sangat erat dengan umat yang berda di kampung atas dan kampung bawah. Semua masyarakat yang berada di ketiga lokasi ini merupakan satu keturunan Nenek moyang dan bersaudara. Masyarakat sudah berada di dusun Mun sejak tahun 1969.
Awal perpindahan masyarakat ke lokasi baru dusun Mun ini, disebabkan karena sekitar tahun 1967 ada masalah kesalapahaman keributan (membunyikan lonceng gereja) pada saat umat Hindu desa Tanimbar Kei sedang melaksanakan tradisi Tate’e. Maka disitulah awal mulanya masyarakat desa Taimbar Kei membentuk dusun Mun sebagai tempat bermukim komunitas Islam, Katolik dan komunitas Protestan. Setelah perkembangan waktu yang cukup lama komunitas Katolik dan Protestan kemudian kembali bemukim lagi di desa Tanimbar Kei sehingga sampai sekarang ini mayoritas yang tingal di dusun Mun  beragama Islam.
Pada awal sejarah masuknya komunitas Islam, para tokoh adat tidak mau menerima ajaran agama islam untuk masuk di desa Tanimbar Kei, ini dibuktikan dengan sebuah symbol kayu yang ditancapkan yang posisinya berada didepan laut Desa Tanimbar Kei sebagi respon tidak setuju akan masuknya komnitas Islam. Yang membawa masuk pertama kali ajaran Islam ke desa Tanimbar Kei adalah Mabal Latar beliau berasal dari desa Banda Eli. Desa ini mayoritas penduduknya beragama Islam lokasinya berada masih sekitar daerah Maluku tenggara.
Sejak saat itulah masyarakat dari desa Banda Eli kemudian mengangkat Desa Tanimbar Kei sebagai Pela(saudara), sehingga simbol kayu tersebut sebagai lambang Pela(persaudaraan). Seiring dengan perkembangan waktu masyarakat desa Tanimbar Kei mulai ada yang  beralih ke ajaran komunitas Islam. Sedikit demi sedikit komunitas islam mulai bertambah sehingga muncul ide dari masyarakat yang masuk komunitas Islam untuk membangun tempat Ibadah atau Mesjid, setelah niat untuk membangun tempat suci ini disampaikan kepada para tokoh adat, para tokoh adat kemudian memberikan lokasi tempat untuk beermukim bagi komunitas islam di dusun Mun yang jaraknya dari kampung atas dan kampung bawah sekitar 2 km. hal ini tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan para tokoh adat tentang suara kumandang masjid yang dapat mengangu jalanya proses ritual dan upacara. Ritual upacara tidak bleh tergangu dengan suara kebisingan dan ini sudah berlangsung turun temurun dari sejak zaman para leluhur.

@Copyright2016