Rabu, 29 Juni 2016

PURA WUAR MASBAAT PEMERSATU HINDU ADAT KEI DI PULAU TANIMBAR KEI

PURA WUAR MASBAAT PEMERSATU HINDU ADAT KEI DI PULAU TANIMBAR KEI



Pada masa sebelum berdirinya Pura Wuar Masbaat, masyarakat pada zaman dulu mayoritas beragama Hindu dan masih belum ada komunitas dari agama lain yang masuk di desa Tanimbar Kei. Dari data hasil wawancara yang diperoleh dari beberapa sumber penting dari tokoh adat mengungkapkan bahwa dari zaman dahulu agama Hindu sudah ada di desa Tanimbar Kei ini (data hasil wawancara tokoh adat, Bpk Cau). Dahulu Umat Hindu memiliki kepercayaan lokal kepada benda-benda sakral dan Mitu. Setelah masuknya agama Hindu di desa ini, tokoh adat kemudian menerima agama Hindu sebagai suatu keyakinan. Dalam proses perkembagan kegamaan dan kehidupan sehari-hari berjalan normal, tidak saling bersingungan antar sesama. Proses keagamaan berjalan normal sesuai dengan ritual dan tradisi setempat. Proses upacara  dipercayakan kepada salah satu pemimpin tokoh adat yang mengetuai kepala marga di masing-masing rumah adat, kepala marga inilah  yang membawakan sirih pinang sebagai wujud mewakili seluruh keluarga untuk menyampaikan rasa syukur dan terimah kasih telah melindungi dan menjaga keluarga dan desa Tanimbar Kei.
             Ritual-Ritual yang dijalankan dipimpin oleh tokoh-tokoh adat yang telah dipercayakan oleh masyarakat setempat. Ritual sesajen seperti sirih, kapur pinang, tembakau, kopi dan sopi, tidak lepas dari setiap kegiatan ritual karena merupakan suatu ciri khas desa ini dalam menjalankan proses ritual kapada Sang Hyang Widhi dan para leluhur.        
Kehidupan yang sederhana dan harmonis terus berjalan dengan baik dan normal. Dari  hasil wawancara penulis dengan tokoh adat ternyata sudah ada rencana para tokoh adat zaman dulu sekitar tahun 1952 yang berkeinginan untuk membangun tempat suci Pura. Karena pada saat itu tidak ada orang sebagai pendorong dan memotifasi untuk membantu niat baik tokoh adat maka ini belum bisa diwujudkan. Kemudian wacana itu berlalu begitu saja karena umat di desa ini belum mengerti tata cara untuk membangun tempat suci Pura ini. Tetapi pesan yang disampaikan para tokoh adat pada zaman dulu, masih tersimpan di ingatan masyarakat desa Tanimbar Kei. Sehingga semangat untuk membagun tempat suci pura masih tersimpan dihati  masyarakat yang mempunyai kerinduan untuk membangun tempat suci atau Pura.


        Berselang waktu yang cukup lama, masuklah komunitas dari agama lain. Seiring perkembangan zaman yang terus berkembang dan tidak dapat dihindari, sehingga membuat sedikit demi sedikit umat Hindu mulai terpengaruh dengan kehidupan sosial yang moderen. Semakin hari pengaruh dari lingkungan yang datang dari luar membawa dampak yang kurang baik  bagi umat Hindu di desa Tanimbar Kei, baik secara mental dan Sraddha(keyakinan), maka umat di desa ini mulailah berubah keyakinan dengan adanya kecendrungan merosot akibat pengaruh sosial dari luar yaitu seperti masuknya kaum misionaris.
        Melihat perkembangan yang begitu banyak pengaruh dari desa-desa tetangga disekitarnya yang membuat mental dan keyakinan umat semakin merosot, diakibatkan kerena pertanyaan-pertanyaan yang semakin kritis seputar Hindu yang salah satunya seputar pura atau tempat ibadah umat Hindu yaitu pertanyaan kritis seprti ; ‘kenapa umat Hindu yang mayoritas belum mempunyai tempat ibadah, sedangkan umat lain yang minoritas sudah mempunyai sarana tempat ibadah’, pemahaman-pemahaman negatif  ini tanpa disadari bertujuan untuk menyudutkan dan mencari peluang atau mencari celah untuk kemudian merangkul umat Hindu yang ada di desa Tanimbar Kei’. Hal ini membuat timbulnya dilema mental sraddha dan bhakti karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman umat tentang tempat suci atau pura.


Setelah perkembagan waktu sedikit demi sedikit umat Hindu yang ada di desa Tanimbar Kei mulai berkurang dan berpindah ke agama lain, hal ini diakibatkan karena mulai merosotnya mental dan sraddha, dengan melihat keadaan yang ada Tradisi semakin hari semakin berkurang kemampuannya untuk menopang keyakinan umat Hindu yang ada di desa ini, maka melalui PHDI Kab Maluku Tenggara yang di ketuai oleh Bpk. M Yamko selaku ketua memikirkan satu solusi dan diwujudnyatakan dengan di adakannya rapat di kalangan tokoh-tokoh adat dan masyarakat Hindu di desa ini. Dengan adanya rapat sebanyak enam kali dengan tokoh-tokoh adat maka tertuang suatu kesepakatan dan keinginan untuk membuat tempat suci atau Pura dan ini sudah disetujui olehMitu (leluluhur), para tokoh adat dan umat Hindu di desa Tanimbar Kei kemudian disepakati bersama dengan memberikan nama Pura Wuar Masbaat. Kemudian pada tgl 27 agustus 2007 dibangunlah Pura yang diberi nama Pura Wuar Masbaat dengan bantuan dana pertama dari pemerintah dalam hal ini melalui Depag RI, kemudian bantuan dari umat sedharma dan dari pemerintah Daerah setempat. Sampai sekarang ini proses pembangunan pura Wuar Masbaat masih dalam proses pembangunan. Proses pembangunan sudah mencapai 90% selesai.
Stelah berdrinya Pura Wuar Masbaat aktifitas keagamaan sudah mulai dilaksanakan didalam lokasi pura. Senyum bahagia tergambar diwajah umat Hindu di desa ini karena sudah berdirinya Pura Wuar Masbaat yang walaupun masih dalam proses pembangunan. Antusias umat baik anak-anak maupun orang dewasa mulai lebih bersemangat melakukan kegiatan keagamaan hal ini terlihat dengan adanya sembahyang bersama yang diaksanakan pada hari-hari biasa maupun hari raya besar.



Rasa percaya diri dan kekutan spritual mulai bangkit di dalam diri umat Hindu di desa ini. Kalimat-kalimat yang menyindir dan menyudutkan umat Hindu di desa ini tidak terdengar dan tidak terlihat lagi. Proses ritual tradisi berjalan dengan sangat hikmat karena di topang dengan kehadiran pura Wuar Masbaat sebagai semangat spritual keagamaan.

@Copyright2016


BAKTI SOSIAL YAYASAN BANGKITNYA HINDU

BAKTI SOSIAL YAYASAN BANGKITNYA HINDU



Mendung tebal menyelimuti langit hampir di seluruh Bali, hujan pun tak bisa dibendung lagi, dalam hitungan detik hujan pecah dan membasahi ibu pertiwi.
Namun hujan tidak bisa menghentikan langkah tim Bangkitnya Hindu untuk tetap menjalankan tugas sebagai aktivis kemanusiaan.
Walapun seluruh team basah kuyup, Bangkitnya Hindu tetap melanjutkan terus perjalanan menyusuri daerah-daerah terpencil, Minggu (26/6/2016) lalu.

“Masih membekas di ingatan kami bagaimana pengalaman itu paling berharga, kekuatan mereka, ketegaran mereka, rasa syukur mereka seakan sudah mengajarkan kami apa itu kehidupan. Sedih, bahagia jadi satu karena keadaan mereka yang begitu menyedihkan tapi senyum sapa mereka melambangkan kekuatan yang luar biasa,” ungkap Pendiri Yayasan Bangkitnya Hindu, Ajik Robert.

Seperti biasa,  yayasan ini kembali melaksanakan program Tri Hita Karana yang ke-15, yang rutin dilaksakan sebanyak dua kali dalam sebulan.
Sebelum melaksanakan kegiatan itu, terlebih dahulu yayasan akan mensurvei ke lokasi untuk mencocokan dengan informasi yang kami dapat.
Selanjutnya, barulah bantuan sosial dilaksanakan.

Pada kesempatan itu, Minggu (26/6/2016) lalu mereka mendatangi Dewa Gede Warmika (16) dan adiknya Dewa Agus Priatmika (12) yang mengalami kelumpuhan semenjak umur 6 bulan.
Sang ayah hanya sebagai kuli bangunan, tinggal di Banjar Presatriya 2 Kusamba, Dawan, Klungkung.

Tim Bangkitnya Hindu juga mendatangi Ketut Warsini (23) dan Wayan Dirka (27) pasangan yang tidak memiliki tempat tinggal layak huni di Banjar Kayuaya, Desa Sukadana, Kubu, Karangasem.

Nengah Minggu (47) juga mendapatkan bantuan sosial.
Ia mengalami kelumpuhan karena terjatuh dari pohon ental 11 tahun yang lalu dan kini hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Kadek Ayu Yuliantini dan I Nengah Sukadana, pasangan suami istri ini, istrinya kini sedang hamil tua dan perlu biaya persalinan.
Alamatnya Banjar Bantas, Desa Baturinggit, Kubu, Karangasem.

Ni Ketut Ganda (71) seorang nenek tua sebatangkara tinggal seorang diri di sebuah gubuk tidak layak huni juga menerima bantuan sosial.
Demikian juga dengan Ni Ketut Pasti (31) yang mengalami kelumpuhan 7 bulan yang lalu sehabis operasi tumor, bertepatan meninggalnya sang suami.
Ia memiliki dua orang putra yang masih duduk dibangku SD.

“Kami memberikan oleh-oleh berupa sepeda mengingat jarak tempuh ke sekolah sangat jauh sekali,” ungkapnya.
Setelah memberikan bantuan sosial, kegiatan dilanjutkan dengan mereresik dan sembahyang bersama di Pura Manik Kembar Batu Belah, Banjar Dinas Tegallanglangan, Desa Datah, Abang, Karangasem.

“Kami Duta Dharma Yayasan Bangkitnya Hindu mengucapkan terima kasih atas suport, doa, punia lewat rekening dan punia lewat kotak punia yang sudah tersebar di berbagai wilayah di Bali. Kami ingin mengajak seluruh umat Hindu untuk selalu peduli dengan umat kita yang kurang mampu dengan bergabung menjadi team Duta Dharma. Kita akan menemukan salah satu resep mencapai kebahagiaan yaitu dengan cara berbagi. Silakan salurkan Punia Anda melalui : Atas Nama : Yayasan Bangkitnya Hindu Bank : Mandiri, Cab Tabanan. No Rek : 175-00-0013010-3,” paparnya.

Sumber Bangkitnya Hindu
@Copyright2016

Arca Deva Shri Murugan di Kuil Sri Raja Rajeswari Amman, Langkat, Sumatera Utara

Arca Deva Shri Murugan di Kuil Sri Raja Rajeswari Amman, Langkat, Sumatera Utara



Dengan tinggi sekitar 17 meter Arca Deva Shri Murugan tersebut merupakan yang tertinggi kedua di dunia setelah Arca serupa di Malaysia. Prosesi upacara Maha Kumbhabishegam (penyucian) berlangsung selama 3 hari. Peresemian yang berlangsung sangat meriah dihadiri oleh pejabat pemerintahan dan organisasi keagamaan diantaranya adalah Dirjen Bimas Hindu, Ketua Umum PHDI Pusat, Kasdam Bukit Barisan, Kakanwil Kemenag Prov Sumatera Utara, Bupati Langkat, Gubernur Jambi dan Ketua FKUB Sumatera Utara.

Dalam sambutan peresmiannya yang dilakukan 2012 Dirjen Bimas Hindu mengungkapkan apresiasinya dan juga bangga dengan antusiasme umat Hindu etnis Tamil yang ada di Sumatera Utara mampu mendirikan kuil dan patung semegah ini dengan biaya murni dari Swadaya umat.

Ketua PHDI Sumatera Utara, Naransami mengatakan bahwa selama upacara ini berlangsung dihadiri oleh ribuan umat Hindu dari Sumatera Utara dan sekitarnya bahkan dari Malaysia, Singapura dan India. Lebih lanjut dikatakannya meskipun disekitar lokasi kuil sama sekali tidak ada umat Hindunya, tetapi dukungan masyarakat sekitar kuil serta Pemkab Langkat sungguh luar biasa.

Sebelumnya pada tahun 2011 Dirjen Bimas Hindu juga meresmikan Shri Sitthi Vinayagar Kuil yang berada di Karangsari, Medan. Dalam kesempatan yang lain, Dirjen Bimas Hindu bersama Ketua Umum PHDI Pusat dan Ketua Umum WHDI Pusat juga menghadiri pelantikan pengurus WHDI Provinsi Sumatera Utara bertempat di Kuil Shri Mariyamman Kota Medan. Kunjungan kerja Dirjen Bimas Hindu ke Sumatera Utara diakhiri dengan membuka Orientasi Pemberdayaan Ekonomi Umat Hindu yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Hindu.

@Copyright2016

Tantangan Untuk Mempertahankan Adat Budaya Dan Agama Leluhur

KTP Warga Etnis Naulu

Tantangan Untuk Mempertahankan Adat Budaya Dan Agama Leluhur

Bertahun-tahun suku NAULU dan HUAHULU yang beragama Hindu dipersulit dalam mendapatkan hak-haknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena status mereka yang masih dianggap penganut aliran kepercayaan Dinamisme dan Animisme oleh orang-orang umum.

Diskriminasi ini karena mereka masih menggunakan ikat kepala merah yang merupakan ciri khas bagi yang masih beragama Hindu berbeda dengan mereka yang sudah dimasuki misionaris Kristen dan Islam yang sudah melepas ikat kepala merah karena dianggap tidak sesuai dengan adat. Umat Hindu selalu dipersulit jika akan mendaftar sebagai abdi negara baik PNS TNI maupun POLRI karena KTP mereka tanpa kolom agama atau kosong. Jika mengurus KTP mereka selalu diarahkan untuk memilih tiga agsma saja dari pemerintah daerah yaitu Islam Kristen dan Katolik selain itu dianggap sebagai aliran kepercayaan maka KTP dikosongkan. Orang Maluku secara umum baik Islam maupun Kristen tidak mengenal Agama Hindu Nusantara mereka hanya mengenal Hindu hanya India dan Bali selain itu aliran kepercayaan Animisme dan Dinamisme.

Baru-baru ini saja KTP dari dua etnis Naulu dan Huahulu diberi kolom Agama Hindu karena ada beberapa Raja (Sebutan Untuk Kepala Desa Tradisional) yang sudah berpendidikan mau memperjuangkan hak dalam mendapatkan pelayalan yang sesuai.

@Copyright2016


Pagerwesi, Pagar Diri Agar Terhindar Dari Degradasi Moral

Pagerwesi, Pagar Diri Agar Terhindar Dari Degradasi Moral



Kata "pagerwesi" artinya pagar dari besi. Ini me-lambangkan suatu perlindungan yang kuat. Segala sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak. Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut magehang awak. Nama Tuhan yang dipuja pada hari raya ini adalah Sanghyang Pramesti Guru.

Sanghyang Paramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala hal yang buruk. Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Pramesti Guru, beliau menjadi gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi ngawur.

Hari Raya Pagerwesi dilaksanakan pada hari Budha (Rabu) Kliwon Wuku Shinta. Hari raya ini dilaksanakan 210 hari sekali. Sama halnya dengan Galungan, Pagerwesi termasuk pula rerahinan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun umat walaka. Dalam lontar Sundarigama disebutkan:

"Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh."

Artinya:

Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.

Sebagaimana telah disebutkan dalam lontar Sundarigama, Pagerwesi yang jatuh pada Budha Kliwon Shinta merupakan hari Payogan Sang Hyang Pramesti Guru diiringi oleh Dewata Nawa Sangga. Hal ini mengundang makna bahwa Hyang Premesti Guru adalah Tuhan dalam manifestasinya sebagai guru sejati.

Mengadakan yoga berarti Tuhan menciptakan diri-Nya sebagai guru. Barang siapa menyucikan dirinya akan dapat mencapai kekuatan yoga dari Hyang Pramesti Guru. Kekuatan itulah yang akan dipakai memagari diri. Pagar yang paling kuat untuk melindungi diri kita adalah ilmu yang berasal dari guru sejati pula. Guru yang sejati adalah Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu inti dari perayaan Pagerwesi itu adalah memuja Tuhan sebagai guru yang sejati. Memuja berarti menyerahkan diri, menghormati, memohon, memuji dan memusatkan diri. Ini berarti kita harus menyerahkan kebodohan kita pada Tuhan agar beliau sebagai guru sejati dapat megisi kita dengan kesucian dan pengetahuan sejati.

Pada hari raya Pagerwesi adalah hari yang paling baik mendekatkan Atman kepada Brahman sebagai guru sejati . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan "pager besi" untuk melindungi hidup kita di dunia ini. Di samping itu Sang Hyang Pramesti Guru beryoga bersama Dewata Nawa Sanga adalah untuk "ngawerdhiaken sarwa tumitah muang sarwa tumuwuh."

Ngawerdhiaken artinya mengembangkan. Tumitah artinya yang ditakdirkan atau yang terlahirkan. Tumuwuh artinya tumbuh-tumbuhan.

Mengembangkan hidup dan tumbuh-tumbuhan perlulah kita berguru agar ada keseimbangan.

Dalam Bhagavadgita disebutkan ada tiga sumber kemakmuran yaitu:

Krsi yang artinya pertanian (sarwa tumuwuh).

Goraksya, artinya peternakan atau memelihara sapi sebagai induk semua hewan.

Wanijyam, artinya perdagangan. Berdagang adalah suatu pengabdian kepada produsen dan konsumen. Keuntungan yang benar, berdasarkan dharma apabila produsen dan konsumen diuntungkan. Kalau ada pihak yang dirugikan, itu berarti ada kecurangan. Keuntungan yang didapat dari kecurangan jelas tidak dikehendaki dharma.

Kehidupan tidak terpagari apabila tidak berkembangnya sarwa tumitah dan sarwa tumuwuh. Moral manusia akan ambruk apabila manusia dilanda kemiskinan baik miskin moral maupun miskin material. Hari raya Pagerwesi adalah hari untuk mengingatkan kita untuk berlindung dan berbakti kepada Tuhan sebagai guru sejati. Berlindung dan berbakti adalah salah satu ciri manusia bermoral tanpa kesombongan.

Mengembangkan pertanian dan peternakan bertujuan untuk memagari manusia dari kemiskinan material. Karena itu tepatlah bila hari raya Pagerwesi dipandang sebagai hari untuk memerangi diri dengan kekuatan meterial. Kalau kedua hal itu (pertanian dan peternakan) kuat, maka adharma tidak dapat masuk menguasai manusia. Yang menarik untuk dipahami adalah Pagerwesi adalah hari raya yang lebih diperuntukkan para pendeta (sang purohita). Hal ini dapat dipahami, karena untuk menjangkau vibrasi yoga Sanghyang Pramesti Guru tidaklah mudah. Hanya orang tertentu yang dapat menjangkau vibrasi Sanghyang Pramesti Guru. Karena itu ditekankan pada pendeta dan beliaulah yang akan melanjutkan pada masyarakat umum. Dalam agama Hindu, purohita adalah adi guru loka yaitu guru utama dari masyarakat. Sang Purohita-lah yang lebih mampu menggerakkan atma dengan tapa brata.

@Copyright2016

Selasa, 28 Juni 2016

PERSEMBAHYANGAN PAGERWESI DI PURA SURA YUDHA MANDALA DETASEMEN KAVALERI AMBON


PERSEMBAHYANGAN PAGERWESI DI PURA SURA YUDHA MANDALA DETASEMEN KAVALERI AMBON

Persembahyangan Hari Raya Pagerwesi di Kota Ambon dipusatkan di Pura Sura Yudha Mandala Kawasan Komplek Militer Detasemen Kavaleri BLC XVI / Pattimura dihadiri oleh Ketua dan Pengurus Lembaga Keagamaan Hindu baik Provinsi Maluku maupun Kota Ambon serta Pembimas Hindu Provinsi Maluku. Ritual dipuput oleh Pinandita Mayor Infantri Ida Wayan Keniten SS yang merupakan Kabinrohinbud Bintaldam Pattimura.

Berikut Galeri Foto Persembahyangan:




@Copyright2016

PEMBINAAN KERAGAMAN BUDAYA OLEH PEMBIMAS HINDU DI KAB. SERAM TIMUR

PEMBINAAN KERAGAMAN BUDAYA OLEH PEMBIMAS HINDU DI KAB. SERAM TIMUR


Penyelenggara Bimas Hindu Kemenag Kabupaten Seram Bagian Timur, melaksanakan kegiatan Pembinaan dan Pengembangan Budaya Keagamaan yang di ikuti oleh tiga puluhan peserta bertempat di gedung wantilan Pura Siwa Putra Stana Giri tanggal 29 Mei 2016. Acara diawali dengan laporan panitia penyelenggara kegiatan oleh Bapak Herwanto, S.Sos.H selanjutnya arahan dan pembukaan secara resmi oleh Pembimas Hindu dan terakhir Doa.
            Kegiatan Pembinaan Dan Pengembangan Budaya Keagamaan tahun 2016 ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan maningkatkan pemahaman ajaran agama serta budaya keagamaan, sehingga para generasi muda dan umat Hindu dapat berperan aktif secara kreatif efektif dan inovatif. Karena dengan adanya umat yang kreatif, efektif, dan inovatif maka hal ini merupakan bagian dari program pemerintah dalam mengantisipasi peliknya situasi  serta kondisi ekonomi saat ini.
Dengan demikian ada 2 program prioritas yang di ingin dicapai dalam Pembinaan Dan Pengembangan Budaya Keagamaan yakni :
1.    Pelayanan Penyelenggaraan Informasi Keagamaan pada setiap hari besar keagamaan Hindu.
2.    Pelayanan penyelenggaraan latihan Seka Gong secara berkala
            Kegiatan ini di buka oleh Pembimas Hindu Provinsi Maluku Bapak Sukardi Rianto, S.Ag sekaligus sebagai narasumber kegiatan. Dalam pemaparan materinya Pembimas Hindu menghimbau setelah selesai kegiatan bagi para peserta yang pertama bisameningkatkan kesadaran umat dan pentingnya melestarikan budaya keagamaan di Kabupaten Seram Bagian Timur. KeduaMeningkatnya kualitas penghidupan dalam jati diri sebagai bangsa Indonesia. Dan yang ketiga dapat meningkatkan pemahaman terhadap informasi keagamaan serta rajin Puja Bhakti.

Sebelum acara penutupan pada kesempatan ini pula Pembimas Hindu menyerahkan bantuan sarana keagamaan umat Hindu di Kabupaten Seram Bagian Timur berupa Sejata Dewata Nawa Sanga, Payung dan Umbul-umbul kepada kedua penyungsung Pura WanaGiri, dan Pura Siwa Putra Satana Giri.


@Copyright2016 

HINDU ADAT ETNIS KEI MALUKU TENGGARA

HINDU ADAT ETNIS KEI MALUKU TENGGARA



 Pada zaman dahulu dari informasi yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan tokoh adat didesa setempat bahwa sekitar tahun 1810 ada seorang tokoh spiritual yang berasal dari Bali Beliau bernama Ketutyang sering di sebut dengan namaTebtut, beliau mempunya istri yang berasal dari desa Tanimbar Kei yang bernama NenSikre, Beliau kemudian mengajarkan ajaran spiritual kegamaan yaitu ajaran agama Hindu dan taradisi adat. Tetapi jauh sebelum beliau datang sebutan agama Hindu sudah ada di desa ini. Dari hasil wawancara dengan para tokoh adat mengungkapkan bahwa sebutan agama Hindu bagi umat di desa tanimbar Kei sudah ada sebelum zaman penjajahan Belanda. dari hasil wawancara dengan tokoh adat didesa setempat bahwa agama Hindu sudah berkembang pada zaman kerajaan Majapahit. Dalam perkembanganya jauh sebelum masuknya agama Hindu, di desa Tanimbar Kei sudah memegang teguh adat, tradisi dan kepercayaan setempat yaitu kepecayaan terhadap benda-benda sacral, dan mitu (leluhur) yang suci. Setelah perkembangan waktu berjalan masuklah ajaran Hindu di desa ini karena ajaran Hindu bersifat Universal, terbuka dan dapat menyesuaikan diri  dengan teradisi desa setempat maka tokoh adat desa Tanimbar Kei menerima ajaran agama Hindu sebagai suatu keyakinan masyarakat setempat. Hal ini dibuktikan dengan simbol-simbol yang masih terdapat di rumah-rumah adat yang ada di dalam ajaran Hindu. Salah satunya yaitu keyakinan tentang mitu dan sirih pinang terkandung juga di dalam nilai-nilai ajaran Hindu yaitu konsep Panca Sraddah dan kerangka dasar ajaran Hindu.
Desa Tanimbar Kei terdiri dari dua pembagian lokasi dan satu dusun yang biasa di sebut :
1.      Ohoratan (kampung atas)
Kampung atas memiliki sejarah yang sangat panjang karena pada zaman dahulu paramitu (leluhur) bermukim atau bertempat tinggal di kampung atas. Kampung atas berada tepat di atas tebing yang tingginya sekitar 25 m. kampung atas sangat di sucikan dan di sakralkan oleh umat Hindu di desa Tanimbar Kei. Karena memiliki peninggalan seperti tempat-tempat suci rumah adat yang masih ada sampai sekarang. Ini merupakan warisan turun-temurun yang sangat di sucikan. Benda-benda peningalan seperti rumah adat, Arca (Wadah), meriam yang merupakan peningalan zaman Belanda, gelang yang terbuat dari timah, tembaga,mas dan uang gobang (Pis Bolong)  semua ini sangat berperan dalam melaksanakan proses ritual adat.
Kampung atas biasa di sebut dengan ohoratan. Pada zaman dahulu masyarakat masih bermukim di kampung atas karena mayoritas masyarakat dan tokoh adat beragama Hindu. Setelah perjalan waktu dan masuknya ajaran komunitas lain banyak yang beralih ke komunitas agama lain sehingga banyak yang tinggal di kampung bawah. Banyak hal yang membuat komunitas dari umat lain beralih tempat tinggal yaitu :
a.        Karena Ohoratan(kampung atas) terdapat banyak tempat sakral yang  sangat di sucikan. Mengingat kesucianya itu maka dilarang (pamali)orang melakukan kebisingan atau keributan sehingga sebagian masyarakat desa Tanimbar Kei yang beragama Non Hindu beralih ke kampung bawah dan dusun Mun.
b.      Penerus kepala marga yang tinggal di rumah adat harus baragama Hindu. Ini merupakan aturan tradisimitu (leluhur) yang tidak boleh dilanggar. Karena akan berdampak buruk bagi kesejahteraan keluarga tersebut dan masyarakat desa Tanimbar Kei.

Dari penjelasan kedua poin di atas. Menjadi pertimbangan bagi komunitas agama lain untuk tinggal di kampung atas karena rasa menghormati dan menghrgai tradisi dan adat istiadat para mitu(leluhur), sehingga merekapun beralih tingal di kampung bawa dan dusun Mun, karena dikhawatirkan apabila di bangun gereja, bunyi lonceng gereja dapat membuat kebisingan di kampung atas pada saat proses pelaksanaan ritual adat dan tradisi Hindu, serta posisi kepala marga yang tinggal di rumah adat atau yang menjaga rumah adat harus memegang teguh ajaran mituyaitu masih berada pada jalur keyakinan agama Hindu.Sehingga komunitas agama lain baik Islam maupun Kristen beralih tempat tinggal kampung bawa dan dusun Mun.  

2.      Tahat (kampung bawah)
Kampung bawah (Tahat)sudah ada sejak zaman dahulu dan masyarakat yang bermukim di tahat dahulunya mayoritas beragama Hindu. Seiring dengan perkembangan zaman, maka masyarakat yang bermukim ditahat sudah bermacam komunitas yang terdiri dari Islam, Katholikdan Protestan perkembangan dari komunitas Ktolik dan Protestan tidak di bawa masuk ke desa tanimbar Kei melainkan terjadi karena pernikahan campur antara masyarakat Hindu desa Tanimbar Kei dengan komunitan Non Hindu di daerah lain sehingga banyak dari keturunan komunitas lain yang kembali tingal di desa Tanimbar Kei.  Pada tahun 1969  dari hasil rapat para tokoh adat  menyampaikan agar komunitas Non Hindu tersebut bermukim di dusun Mun. Ini semua bertujuan untuk menghormati para leluhur dan menghormati proses kesakralan ritual tradisi yang sering dilakukan di kampung atas yang steril dari suara-suara bisingan. Ini semata-mata untuk menjaga bunyi kumandang sembahyang yang dilakukan dari tempat ibadah komunitas non Hindu agar tidak menggangu proses ritual dan tradisi yang sering dilakukan di kampung atas.     

3.      Dusun Mun
Dusun Mun merupakan sebuah lokasi pemukiman masyarakat yang berada di desa Tanimbar Kei. Letaknya tidak jauh dari kampung atas dan kampung bawah. Mayoritas masyarakat yang tingal di dusun Mun beragama Islam. Masyarakat yang tinggal di dusun Mun masih memiliki hubungan persaudaraan yang sangat erat dengan umat yang berda di kampung atas dan kampung bawah. Semua masyarakat yang berada di ketiga lokasi ini merupakan satu keturunan Nenek moyang dan bersaudara. Masyarakat sudah berada di dusun Mun sejak tahun 1969.
Awal perpindahan masyarakat ke lokasi baru dusun Mun ini, disebabkan karena sekitar tahun 1967 ada masalah kesalapahaman keributan (membunyikan lonceng gereja) pada saat umat Hindu desa Tanimbar Kei sedang melaksanakan tradisi Tate’e. Maka disitulah awal mulanya masyarakat desa Taimbar Kei membentuk dusun Mun sebagai tempat bermukim komunitas Islam, Katolik dan komunitas Protestan. Setelah perkembangan waktu yang cukup lama komunitas Katolik dan Protestan kemudian kembali bemukim lagi di desa Tanimbar Kei sehingga sampai sekarang ini mayoritas yang tingal di dusun Mun  beragama Islam.
Pada awal sejarah masuknya komunitas Islam, para tokoh adat tidak mau menerima ajaran agama islam untuk masuk di desa Tanimbar Kei, ini dibuktikan dengan sebuah symbol kayu yang ditancapkan yang posisinya berada didepan laut Desa Tanimbar Kei sebagi respon tidak setuju akan masuknya komnitas Islam. Yang membawa masuk pertama kali ajaran Islam ke desa Tanimbar Kei adalah Mabal Latar beliau berasal dari desa Banda Eli. Desa ini mayoritas penduduknya beragama Islam lokasinya berada masih sekitar daerah Maluku tenggara.
Sejak saat itulah masyarakat dari desa Banda Eli kemudian mengangkat Desa Tanimbar Kei sebagai Pela(saudara), sehingga simbol kayu tersebut sebagai lambang Pela(persaudaraan). Seiring dengan perkembangan waktu masyarakat desa Tanimbar Kei mulai ada yang  beralih ke ajaran komunitas Islam. Sedikit demi sedikit komunitas islam mulai bertambah sehingga muncul ide dari masyarakat yang masuk komunitas Islam untuk membangun tempat Ibadah atau Mesjid, setelah niat untuk membangun tempat suci ini disampaikan kepada para tokoh adat, para tokoh adat kemudian memberikan lokasi tempat untuk beermukim bagi komunitas islam di dusun Mun yang jaraknya dari kampung atas dan kampung bawah sekitar 2 km. hal ini tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan para tokoh adat tentang suara kumandang masjid yang dapat mengangu jalanya proses ritual dan upacara. Ritual upacara tidak bleh tergangu dengan suara kebisingan dan ini sudah berlangsung turun temurun dari sejak zaman para leluhur.

@Copyright2016

MANFAAT YOGA BAGI KESEHATAN TUBUH

MANFAAT YOGA BAGI KESEHATAN TUBUH



Kita sebagai umat Hindu semestinya menyambut gembira dan memberikan apresiasi positif dengan makin tingginya minat masyarakat Indonesia untuk belajar Yoga , karena bisa menjadi titik awal kepedulian kita terhadap nilai – nilai positif yang ada dalam yoga itu sendiri. Perlu saya sampaikan disini bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan yoga adalah pencapaian moksa melalui kesadaran yang disebut sebagai “wiwekajnana” yaitu pengetahuan tentang apa yang salah dan apa yang benar menurut ajaran Hindu. Oleh karenanya Yoga sangatlah penting untuk kita pelajari dan kembangkan bersama oleh segenap umat Hindu, karena kaya akan nilai – nilai spiritual tinggi yang diramu oleh sang kreator pada saat penciptaannya. 

Yoga yang secara harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti menyatukan atau menghubungkan diri dengan Tuhan dengan mengendalikan gerak-gerak pikiran. Secara spiritual Yoga merupakan suatu proses di mana identitas jiwa individual dan jiwa Hyang Agung disadari oleh seorang yogi. Yoga adalah salah satu jalan keselamatan dalam Hinduisme, yaitu cara mencapai Moksa atau kelepasan. Lebih dari itu, Yoga juga diartikan sebagai usaha mendisiplinkan diri untuk merealisasikan kehadiran Tuhan dalam diri, dan juga berarti usaha mengatur kekuatan alam dari roh, dan juga sebagai usaha penyatuan diri. Yoga merupakan salah satu dari enam ajaran dalam filsafat Hindu, yang menitikberatkan pada aktivitas meditasi atau tapa di mana seseorang memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca inderanya dan tubuhnya secara keseluruhan. Dengan demikian menurut hemat saya ada dua hal yang penting sebagai seorang praktisi yoga yaitu melatih secara terus menerus sekaligus tidak terikat dengan hal-hal duniawi. 



Maraknya Yoga sekarang ini oleh sebagian kalangan dianggap pertanda kebangkitan Hindu di Indonesia. Sebagian umat dari berbagai agama, kepercayaan lalu mulai berpaling ke yoga dan meditasi. Di Indonesia saat ini mereka-mereka yang tertarik kepada yoga pada umumnya terdiri dari orang-orang yang memang gemar pada kesehatan dan hal-hal yang bersifat spiritual. Silang pendapat pun bermunculan dari para ahli agama lain. Sebagai pemilik sah dan yang paham betul akan filosofi dari Yoga tentunya kita menyadari bahwa ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampaknya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman. Dan masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yang berbeda pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya. Jalan rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut. Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan semua orang di segala tingkat. Dengan demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain begitu pun sebaliknya. Semua berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi kebanyakan orang tidak memperolehnya disini untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kemampuan spiritual seseorang.

@Copyright2016

HUBUNGAN SEX DAN HAMIL DILUAR NIKAH MENURUT HINDU

HUBUNGAN SEX DAN HAMIL DILUAR NIKAH MENURUT HINDU



Kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi yang makin menggila dewasa ini tentu saja membawa dampak yang serius terhadap perilaku pergaulan manusia di semua tataran usia. Tak peduli anak - anak, remaja atau pun usia dewasa sudah terlalu dimanjakan oleh hiruk pikuk informasi yang positif maupun negatif. Fenomena - fenomena negatif pun bermunculan di masyarakat kita. Penyalahgunaan narkoba, hubungan seks dan hamil di luar nikah, tindak kriminal seks oleh anak di bawah umur, penyimpangan perilaku seksual, perselingkuhan dan berbagai fenomena mengenaskan lainnya sebagai dampak kemudahan masyarakat menikmati konten dunia informasi semakin tak terelakkan. Ujung - ujungnya yang diperoleh adalah penyesalan dikemudian hari akibat kegagapan dan kesalahan dalam mencerna euforia keterbukaan informasi yang tanpa diimbangi dengan pemahaman agama yang cukup sebagai benteng atau filter terakhir umat manusia dalam mengendalikan pikirannya. 

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana agama Hindu menyikapi perilaku seks bebas yang sudah terlanjur dilakukan oleh pemeluknya ? Bagaimanakah jika sampai hamil di luar nikah ?
Pastinya semua agama melarang keras pemeluknya untuk melakukan hubungan seks di luar nikah.

Bagi agama Hindu dikenal ajaran Trikaya Parisudha tentang Kayika, yang disebut: “tan paradara”. Pengertian tan paradara ini jika dimaknai secara luas bisa diartikan bersentuhan seks, berhubungan seks, bahkan menghayalkan seks dengan wanita / lelaki yang bukan pasangan sahnya.
Kitab suci Hindu seperti Manawadharmasastra, Sarasamuscaya, dan Parasaradharmasastra banyak menjelaskan bahwa berhubungan seks haruslah senantiasa dianggap sebagai hal yang suci yang hanya diperkenankan setelah melalui proses pawiwahan / perkawinan.

Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) sebagai majelis tertinggi umat Hindu Indonesia pada tahun 1983 pernah menerbitkan dan mengesahkan Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek - aspek Agama Hindu sebagai hasil dari Seminar Kesatuan Tafsir. Salah satu diantaranya yang disahkan adalah tentang Catur Cuntaka atau keadaan tidak suci menurut pandangan agama Hindu . Salah satunya adalah yang terkait dengan masalah hubungan seks di luar nikah / pawiwahan. Dalam Kesatuan Tafsir itu disebutkan bahwa :
  1. Wanita hamil tanpa beakaon dan “memitra ngalang” (kumpul kebo), yang kena cuntaka adalah wanita itu sendiri beserta kamar tidurnya. Cuntaka ini berakhir bila dia dinikahkan dalam upacara pawiwahan.
  2. Anak yang lahir dari kehamilan sebelum pawiwahan (panak dia-diu), yang kena cuntaka: si wanita (ibu), anak, dan rumah yang ditempatinya. Cuntaka ini berakhir bila anak itu ada yang “memeras” yaitu disyahkan sebagai anak dengan upacara tertentu.
Pertanyaannya adalah bagaimana mengenai si lelaki pasangan / kumpul kebonya apakah terkena cuntaka juga? Kenapa kok hanya sang wanita dan anak hasil hubungan gelapnya saja yang dianggap cuntaka? Secara eksplisit kesatuan tafsir tidak mengatur, tetapi dosa atas perbuatan paradara jelas disebutkan dalam Sarasamuscaya. Selain itu pawiwahan yang menyimpang dari ajaran agama juga dinyatakan sebagai dosa yang disebutkan dalam Manawadharmasastra dan Parasaradharmasastra. 

Bagaimana jika terjadi kehamilan diluar nikah ? apa yang harus dilakukan menurut agama Hindu ? Jika terlanjur hamil sebelum menikah, harus dilanjutkan dengan upcara pernikahan, dan ketika sang anak sudah lahir, perlu dilaksanakan upacara meperas bersamaan dengan upacara tiga bulanan.

Dan satu hal lagi yang perlu diketahui oleh umat Hindu Indonesia bahwa dari 125 mantram penglukatan yang ada, tidak satu pun yang dapat digunakan untuk nglukat dosa selingkuh. Maka itu, siap-siaplah bagi mereka yang doyan selingkuh untuk menyambut kehidupan mendatang menjadi makhluk yang mempunyai kelas paling rendah. Masih mau melakukan hubungan seks dan hamil di luar nikah ?

@Copyright2016

Senin, 27 Juni 2016

PENGUKUHAN SUKU NAULU MENJADI HINDU

PENGUKUHAN SUKU NAULU MENJADI HINDU


Kita sebagai umat Hindu wajib berbangga hati karena dengan keluhuran ajaran Agama Hindu mampu membuat dunia menbuka mata atas kekuatan Hindu sebagai agama damai yang tidak pernah berkonflik dengan ajaran agama maupun kepercayaan lain.

Hindu sebagai ajaran yang tidak berawal dan berakhir (anandhi anantha) mampu membuat perbedaan dan pengaruh kuat terhadap penganutnya dengan tidak meninggalkan adat istiadat dan tradisi lokal yang merupakan warisan leluhur yang adiluhung

Hindu Nusantara sudah mulai bangkit dan berkembang di Indonesia sejak tahun 1970 an yang dimulai dan dipelopori oleh Hindu Bali yabg merupakan basis Hindu terbesar di Indonesia kemudian disusul Hindu Jawa Kalimantan Kari dan sebagainya. Kini Hindu yang hilang karena terputusnya nilai leluhurnya karena adanya kedatangan agama baru dan kolonialisme mulai bangkit di Maluku salah satunya adalah dari etnis Naulu.

Etnis Naulu mulai berinteraksi dengan umat Hindu yang sudah berkembang di Maluku pada tahun 2005 lalu saat diundang pada Pemelaspasan Pura Mandala Giri di Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah yang saat itu Kapolres adalah orang Bali. Suku Naulu mendiami Negeri Nua Nea sekitar 9 Kilometer dari pusat Kota Masohi yang masih mempertahankan adat istiadat mereka dengan ketat yang masih dianggap ekstrim oleh masyarakat umum. Suku yang bercirikan kain ikat kepala merah ini telah dikukuhkan menjadi warga masyarakat Hindu secara resmi dan diakui keberadaannya muali tanggal 17 Juli 2015 dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Maluku dan diketahui oleh Bimas Hindu Kemenag Maluku.

@Copyright2016

PULAU SERAM SAKSI MELEBURNYA EMPAT ETNIS HINDU NUSANTARA

PULAU SERAM SAKSI MELEBURNYA EMPAT ETNIS HINDU NUSANTARA

Umat Hindu Naulu Huahulu Jawa dan Bali dalam satu pertemuan bersama di Pulau Seram.

Pulau Seram ialah pulau terbesar yang berada di Provinsi Maluku. Seram menyimpan banyak misteri yang sampai saat ini belum terkuak oleh dunia luar. Sampai saat ini kami sudah bisa setidaknya menemuka empat etnis asli dari Pulau ini yang tersebar disepanjang pegunungan dan hutan hutan pedalaman mereka ialah suku Naulu suku Huahulu suku Yamatitam dan yang paling misterius yaitu suku Batik.

Orang Naulu dan Huahulu yang mengaku leluhurnya Hindu sisa pasukan Majapahit yang berekspansi di Maluku pada jaman keemasannya sedang suku Yamatitam dan Batik mempunyai latar belakang yang sama namun karena keterbatasan kami dalam berkomunikasi dan mobilitas maka kedua suku tersebut belum bisa kami kenal lebih dekat apakah masih Hindu atau sudah ada misionaris lain yang masuk.

Kembali kepada suku Naulu dan Huahulu yang sudah resmi mengakui leluhurnya Hindu dan sering berkoordinasi dengan umat Hindu Transmigran dari Jawa dan Bali secara terbuka mereka senang dengan adanya saudara seDharna dari luar daerah yang sudah lebih maju dan modern.

Dalam satu kesempatan yang difasilitasi Bimas Hindu Maluku kami dapat melihat keempat etnis seDharma yang sudah berdomisili di Pulau Seram baik penduduk pribumi Huahulu dan Naulu maupun pendatang Jawa dan Bali saling mendukung akan adanya satu kesatuan umat yang kuat bukan hanya dari segi spiritualitas dan juga bisa dalam kerjasama dibidang ekonomi dengan memberdayakan sesama umat Hindu.

@Copyright2016

LEONARDO D'CAPRIO DUKUNG ORGANISASI HINDU TENTANG PELARANGAN DAGING SAPI DI INDIA

LEONARDO D'CAPRIO DUKUNG ORGANISASI HINDU  TENTANG PELARANGAN DAGING SAPI DI INDIA


Ketua Ormas Hindu Nasional India Rashtriya Swayamsevak Sangh mendapat dukungan besar dari Duta PBB untuk perlindungan hewan dan juga seorang bintang Hollywood Leonardo D'caprio untuk melarangan peredaran daging sapi di India.

Hal ini mengingat mayoritas orang India adalah pemeluk Hindu yang mensucikan hewan sapi yang merupakan tunggangan dari Dewa Siwa. Dukungan untuk peredaran daging sapi juga datang dari pendiri Virgin Grup Sir Richard Branson dengan bergabung dalam Gerakan Anti Daging Sapi yang digalang di UK (Inggris Raya) mengingat bahwa ada puluhan ribu orang Hindu tersebar diseluruh negara persemakmuran tersebut.

@Copyright2016



BANTUAN SARANA UPACARA BIMAS HINDU MALUKU UNTUK PURA MANDALA GIRI MASOHI

BANTUAN SARANA UPACARA BIMAS HINDU MALUKU UNTUK PURA MANDALA GIRI MASOHI



Pembimas Hindu Kanwil Kementerian Agama Provinsi Maluku Sukardi Rianto memberikan bantuan Sarana dan Prasarana Upacara Keagamaan Hindu dibeberapa Pura yang tersebar di seluruh pelosok Provinsi Maluku salah satunya adalah Pura Mandala Giri Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah. Penerima bantuan adalah pengurus PHDI Kabupaten Maluku Tengah yang diwakili oleh Dewa Gede Agung dan I Made Agus Wicaksana.

Bantuan tersebut meliputi Umbul-umbul Naga sekalian rotek/tiang dan Payung/tedung sekaligus tiangnya. masing-masing tiang dan rotek terbuat dari Logam Stanleis supaya bisa digunakan secara permanen dan anti karat hal itu juga karena sulitnya mencari bambu di kota yang ada di Maluku.

@Copyright2016

Minggu, 26 Juni 2016

Lantunan Doa Dari Ujung Timur Maluku

Lantunan Doa Dari Ujung Timur Maluku
----------------------------

Kami bersama rombongan berada di Kabupaten Seram Bagian Timur tepatnya di Desa Waeketambaru kecamatan Bula Barat Kabupaten Seram Bagian Timur melaksanakan persembahyangan Hari Raya Saraswati dan penyuluhan umat terkait perkembangan umat Hindu Trans Bali di Pura Siwa Putra Stana Giri yang sebagian besar disungsung oleh krama Trans dari kabupaten Bangli di Bali.



















Pura ini tergolong masih baru karena baru dibangun secara bertahap beberapa tahun yang lalu dan dipelaspas pada tahun 2015 ini. Jumlah penyungsungnya hanya 20 an KK dan pembangunan secara swadaya.

Jika anda berkunjung di Maluku bisa mampir di Desa Waeketambaru Banggoi yang hanya berjarak sekitar 50 Km dari Kota Bula ibukota Seram Bagian Timur dan sekitar kurang lebih 600 Km dari kota Ambon.

@Copyright2016

Upacara Ngertakeun Bumi Lamba Kebangkitan Hindu Nusantara Dari Sunda Wiwitan

Upacara Ngertakeun Bumi Lamba Kebangkitan Hindu Nusantara Dari Sunda Wiwitan



Hampir semua suku Nusantara bersatu dalam satu ritual pemujaan terhadap leluhur Sunda besar dan Sunda kecil tadi pagi di puncak Gunung Tangkuban Perahu Jawa Barat.

Luar biasa senang hati ini berkumpul bersama saudara Sunda wiwitan, Hindu Bali, Hindu Jawa, Hindu tengger, Dayak Sendagu, Batak Karo, Hindu Papua ( diwakili oleh Raja Singklok langsung dari Papua), Suku Baduy anak dalam, dll.

Ritual Agung Sanatana Dharma ini merupakan ritual yang pertama dilaksanakan oleh perkumpulan Hindu Nusantara.






@Copyright2016

CATUR KASTA VS CATUR WARNA

CATUR KASTA VS CATUR WARNA



Sesungguhnya Hindu tidak mengenal penggolongan berdasarkan Kasta, melainkan yang dikenal adalah penggolongan berdasarkan profesi (Warna) yang disebut dengan Catur Warna.

Catur Kasta merupakan sebuah budaya yang disebabkan oleh biasnya makna dari Catur Warna. Catur Kasta berkembang turun temurun terutama di daerah Bali. Catur Kasta sesungguhnya lebih menekankan kepada Wangsa atau yang sering disebut Garis Keturunan, fungsinya untuk mengingat leluhur.

Catur Warna berasal dari bahasa Sansekerta, dari akar kata Catur yang berarti empat dan Warna yang berasal dari urat kata Wr (dibaca Wri) yang artinya Pilihan.

Catur Warna dapat diartikan empat pilihan hidup berdasarkan Guna dan Karma. Keempat pilihan hidup atau bisa kita sebut profesi dalam kehidupan bermasyarakat tersebut adalah: Brahmana, Ksatrya, Waisya, dan Sudra.

Catur Warna membagi manusia menjadi empat golongan profesi yang bersifat berhubungan satu sama lain tanpa membeda-bedakan harkat dan martabat manusia atas dasar asal-usul keturunannya.

Didalam Veda Sruti, Yajur Veda XXX.5 disebutkan sebagai berikut:
"Brahmane Brahmanam, Ksatraya Rajanyam, Marudhbyo Vaisyam Tapase Sudram".
Tuhan menciptakan Brahmana untuk pengetahuan, Ksatrya untuk perlindungan, Waisya untuk kesejahteraan, dan Sudra untuk pekerjaan jasmani.

Tentu saja yang dimaksud diatas adalah Catur Warna, bukanlah Catur Kasta. Dimana maksudnya pilihan hidup diciptakan Ida Sang Hyang Widhi sesuai dengan fungsinya, dimana Pilihan hidup menjadi Brahmana fungsinya untuk pengetahuan sastra-sastra Agama, Begitu juga dengan fungsi-fungsi yang lain untuk Ksatrya, Waisya dan Sudra.

Didalam Manawa Dharmasastra I.31 disebutkan sebagai berikut:
"Lokanam Tu Vivrddhyartham,
Mukhabahu Rupadatah,
Brahmanam Ksatryiam Vaisyam
Sudram Ca Niravartayat".
Tujuan Tuhan menciptakan Brahmana, Ksatrya, Waisya, dan Sudra adalah untuk melindungi kebahagiaan dunia.

Dari kutipan diatas maka sesungguhnya penggolongan dalam Catur Warna tidak membedakan secara harkat dan martabat, semua sama dihadapan Ida Sang Hyang Widhi.

Didalam Bhagavad Gita IV.13 disebutkan sebagai berikut:
"Caturvarnyam Maya Sristtam
Guna Karma Vibhagasah
Tasya Kartaram Api Mam
Viddhi Akartaram Avyayam".
Catur Warna AKU ciptakan berdasarkan Guna dan Karma. AKU sebagai penciptanya, mengatasi gerak dan perubahannya.

Dari kutipan diatas dinyatakan bahwa Catur Warna diciptakan berdasarkan Guna atau fungsi atau profesi selama hidup, dan hal itu tergantung dari Karma masing masing.

Siapakah yang dimaksud Brahmana, Ksatrya, Waisya, dan Sudra didalam Catur Warna?
Hal itu kita dapat lihat dari fungsi atau profesi dalam hidup seseorang, bukanlah dari embel-embel Kasta yang melekat dari kelahirannya.

Sulinggih, Rsi, Sri Empu, Ida Pedanda dan lain-lain yang sudah melakukan upacara Dwi Jati merupakan Golongan Brahmana yang termaksud didalam Catur Warna. Apakah anak dari seorang sulinggih juga Brahmana? TENTU TIDAK! Selama belum menetapkan diri untuk medwi jati maka tidak dapat dikatakan Brahmana, melainkan lihatlah dari profesi hidupnya.

Siapakah yang boleh menjadi Brahmana?
Kalau dilihat dari Catur Kasta maka semua golongan bisa menjadi Brahmana, namun jika dilihat dari Catur Warna maka hanya golongan Sudra yang tidak boleh menjadi Brahmana.

Logikanya seperti ini, golongan Sudra merupakan golongan pekerja kasar.  Untuk menjadi seorang Brahmana diperlukan Kemampuan, kemapanan dan ketenangan hidup. Bagaimana bisa menjadi Brahmana yang fungsinya untuk mengayomi umat dan menitik beratkan hidup pada sastra-sastra jika kehidupannya masih harus memikirkan kerasnya hidup di dunia.

Hal diatas dinyatakan dalam Sarasamusccaya Sloka 55, yang bunyinya sebagai berikut:
"Brahmana adalah golongan pertama, menyusul Ksatrya lalu Waisya, ketiga golongan tersebut boleh medwi jati. Adapun Sudra merupakan golongan keempat, kepadanya tidak boleh dikenakan brata sangkara, tidak diharuskan melakukan brahmacari. Demikian halnya keempat golongan itu, itulah yang disebut Catur Warna.

Golongan manakah anda menurut Hindu? Lihatlah dari fungsi dan Guna anda dalam menjalani hidup, bukan dari embel-embel Kasta dalam kelahiran anda. Namun apapun golongan anda menurut Catur Warna, semua sama dihadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, tidak ada perbedaan harkat dan martabat.

@Copyright2016

Sabtu, 25 Juni 2016

PERAYAAN HARI RAYA SARASWATI DI PAIRI DAIZA BELGIA

PERAYAAN HARI RAYA SARASWATI DI PAIRI DAIZA BELGIA

Seluruh masyarakat Hindu yang ada di Eropa pada hari ini merayakan Hari Raya Saraswati yang jatuh pada Sabtu Umanis Wuku Watugunung waktu setempat.

Perayaan Hari Raya Saraswati dipusatkan di Kota Pairi Daiza Negara Belgia Eropa Barat. Adapun para penyungsung berasal dari seluruh Masyarakat Hindu khususnya orang Bali yang ada di Eropa ataupun umat Hindu dari mancanegara diantaranya Banjar Suka Duka Belanda Puspawana dan SJI Perancis Nyame Braye Jerman Banjar Santi Dharma Belgia Swara Santi Amstelveen dan Saling Asah Comunity.

Acara Perayaan ini juga dihadiri oleh Dubes Indonesia untuk Belanda Bapak I Gusti Agung Wesaka Puja.






@Copyright2016