Rabu, 29 Juni 2016

PURA WUAR MASBAAT PEMERSATU HINDU ADAT KEI DI PULAU TANIMBAR KEI

PURA WUAR MASBAAT PEMERSATU HINDU ADAT KEI DI PULAU TANIMBAR KEI



Pada masa sebelum berdirinya Pura Wuar Masbaat, masyarakat pada zaman dulu mayoritas beragama Hindu dan masih belum ada komunitas dari agama lain yang masuk di desa Tanimbar Kei. Dari data hasil wawancara yang diperoleh dari beberapa sumber penting dari tokoh adat mengungkapkan bahwa dari zaman dahulu agama Hindu sudah ada di desa Tanimbar Kei ini (data hasil wawancara tokoh adat, Bpk Cau). Dahulu Umat Hindu memiliki kepercayaan lokal kepada benda-benda sakral dan Mitu. Setelah masuknya agama Hindu di desa ini, tokoh adat kemudian menerima agama Hindu sebagai suatu keyakinan. Dalam proses perkembagan kegamaan dan kehidupan sehari-hari berjalan normal, tidak saling bersingungan antar sesama. Proses keagamaan berjalan normal sesuai dengan ritual dan tradisi setempat. Proses upacara  dipercayakan kepada salah satu pemimpin tokoh adat yang mengetuai kepala marga di masing-masing rumah adat, kepala marga inilah  yang membawakan sirih pinang sebagai wujud mewakili seluruh keluarga untuk menyampaikan rasa syukur dan terimah kasih telah melindungi dan menjaga keluarga dan desa Tanimbar Kei.
             Ritual-Ritual yang dijalankan dipimpin oleh tokoh-tokoh adat yang telah dipercayakan oleh masyarakat setempat. Ritual sesajen seperti sirih, kapur pinang, tembakau, kopi dan sopi, tidak lepas dari setiap kegiatan ritual karena merupakan suatu ciri khas desa ini dalam menjalankan proses ritual kapada Sang Hyang Widhi dan para leluhur.        
Kehidupan yang sederhana dan harmonis terus berjalan dengan baik dan normal. Dari  hasil wawancara penulis dengan tokoh adat ternyata sudah ada rencana para tokoh adat zaman dulu sekitar tahun 1952 yang berkeinginan untuk membangun tempat suci Pura. Karena pada saat itu tidak ada orang sebagai pendorong dan memotifasi untuk membantu niat baik tokoh adat maka ini belum bisa diwujudkan. Kemudian wacana itu berlalu begitu saja karena umat di desa ini belum mengerti tata cara untuk membangun tempat suci Pura ini. Tetapi pesan yang disampaikan para tokoh adat pada zaman dulu, masih tersimpan di ingatan masyarakat desa Tanimbar Kei. Sehingga semangat untuk membagun tempat suci pura masih tersimpan dihati  masyarakat yang mempunyai kerinduan untuk membangun tempat suci atau Pura.


        Berselang waktu yang cukup lama, masuklah komunitas dari agama lain. Seiring perkembangan zaman yang terus berkembang dan tidak dapat dihindari, sehingga membuat sedikit demi sedikit umat Hindu mulai terpengaruh dengan kehidupan sosial yang moderen. Semakin hari pengaruh dari lingkungan yang datang dari luar membawa dampak yang kurang baik  bagi umat Hindu di desa Tanimbar Kei, baik secara mental dan Sraddha(keyakinan), maka umat di desa ini mulailah berubah keyakinan dengan adanya kecendrungan merosot akibat pengaruh sosial dari luar yaitu seperti masuknya kaum misionaris.
        Melihat perkembangan yang begitu banyak pengaruh dari desa-desa tetangga disekitarnya yang membuat mental dan keyakinan umat semakin merosot, diakibatkan kerena pertanyaan-pertanyaan yang semakin kritis seputar Hindu yang salah satunya seputar pura atau tempat ibadah umat Hindu yaitu pertanyaan kritis seprti ; ‘kenapa umat Hindu yang mayoritas belum mempunyai tempat ibadah, sedangkan umat lain yang minoritas sudah mempunyai sarana tempat ibadah’, pemahaman-pemahaman negatif  ini tanpa disadari bertujuan untuk menyudutkan dan mencari peluang atau mencari celah untuk kemudian merangkul umat Hindu yang ada di desa Tanimbar Kei’. Hal ini membuat timbulnya dilema mental sraddha dan bhakti karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman umat tentang tempat suci atau pura.


Setelah perkembagan waktu sedikit demi sedikit umat Hindu yang ada di desa Tanimbar Kei mulai berkurang dan berpindah ke agama lain, hal ini diakibatkan karena mulai merosotnya mental dan sraddha, dengan melihat keadaan yang ada Tradisi semakin hari semakin berkurang kemampuannya untuk menopang keyakinan umat Hindu yang ada di desa ini, maka melalui PHDI Kab Maluku Tenggara yang di ketuai oleh Bpk. M Yamko selaku ketua memikirkan satu solusi dan diwujudnyatakan dengan di adakannya rapat di kalangan tokoh-tokoh adat dan masyarakat Hindu di desa ini. Dengan adanya rapat sebanyak enam kali dengan tokoh-tokoh adat maka tertuang suatu kesepakatan dan keinginan untuk membuat tempat suci atau Pura dan ini sudah disetujui olehMitu (leluluhur), para tokoh adat dan umat Hindu di desa Tanimbar Kei kemudian disepakati bersama dengan memberikan nama Pura Wuar Masbaat. Kemudian pada tgl 27 agustus 2007 dibangunlah Pura yang diberi nama Pura Wuar Masbaat dengan bantuan dana pertama dari pemerintah dalam hal ini melalui Depag RI, kemudian bantuan dari umat sedharma dan dari pemerintah Daerah setempat. Sampai sekarang ini proses pembangunan pura Wuar Masbaat masih dalam proses pembangunan. Proses pembangunan sudah mencapai 90% selesai.
Stelah berdrinya Pura Wuar Masbaat aktifitas keagamaan sudah mulai dilaksanakan didalam lokasi pura. Senyum bahagia tergambar diwajah umat Hindu di desa ini karena sudah berdirinya Pura Wuar Masbaat yang walaupun masih dalam proses pembangunan. Antusias umat baik anak-anak maupun orang dewasa mulai lebih bersemangat melakukan kegiatan keagamaan hal ini terlihat dengan adanya sembahyang bersama yang diaksanakan pada hari-hari biasa maupun hari raya besar.



Rasa percaya diri dan kekutan spritual mulai bangkit di dalam diri umat Hindu di desa ini. Kalimat-kalimat yang menyindir dan menyudutkan umat Hindu di desa ini tidak terdengar dan tidak terlihat lagi. Proses ritual tradisi berjalan dengan sangat hikmat karena di topang dengan kehadiran pura Wuar Masbaat sebagai semangat spritual keagamaan.

@Copyright2016


Tidak ada komentar: